Biografi ulama-ulama islam
Era Fitriana
(252100006)
PENDAHULUAN
Ulama (علماء) ditransliterasikan sebagai 'Ulama' adalah seorang pemuka atau
pemimpin agama yang bertugas untuk membimbing dan memandu umat Islam baik dalam
masalah - masalah
agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan, sosial, maupun kemasyarakatan.
Ulama berasal dari kata alim yang berarti seseorang yang tinggi
ilmu pengetahuan terutama tentang urusan agama dan mengamalkan ilmu yang
dipelajari. Seorang yang alim juga dilihat dari sudut pakaian dan kehidupan
luarnya. Seorang ustadz ataupun guru selalu dilabeli sebagai alim karena mereka
memiliki ilmu ukhrawi dibandingkan ilmu duniawi. Seperti Mufti, qadi, faqih dan
muhaddith adalah contoh ulama.
Ulama juga mengacu pada orang-orang yang memiliki pendidikan
sarjana hukum Islam yang bergerak di beberapa bidang studi Islam. Mereka
dikenal sebagai penengah hukum syariah. Sementara ulama berpengalaman dalam
bidang hukum fiqh (yurisprudensi) menjadi pengacara Islam, beberapa dari mereka
juga mengkhususkan diri di bidang lain, seperti hadits atau tafsir.
Dalam arti yang lebih luas, istilah ulama digunakan untuk
menggambarkan seorang Muslim yang telah menyelesaikan beberapa tahun pelatihan
dan studi ilmu Islam, seperti seorang mufti, kadi, faqih, atau Muhaddith.
Beberapa Muslim Termasuk dalam istilah ini para mullah dan imam, yang telah
mencapai hierarki terendah hanya di tangga ilmu pengetahuan Islam; Muslim
lainnya akan mengatakan bahwa ulama harus memenuhi standar yang lebih tinggi
untuk dipertimbangkan ulama.
Untuk mengenal dan mengabadikan jasa dan
ijtihad para ulama terdahulu, UNISSULA memakai nama-nama ulama tersebut pada
nama gedung- gedung / fakultas-fakultas yang ada di kampus UNISSULA. Sekilas
saya bahas biografi para Ulama yang di pakai sebagai nama gedung atau fakultas
yang ada di UNISSULA.
1.
IBN KHALDUN
A.
Riwayat Hidup
Nama Ibn Khaldun adalah
Abu Zaid ‘Abd ar-Rahman Ibn Muhammad Ibn Khaldun wali al-Din al-Tunisi
al-Hudrami lahir di Tunis pada tanggal 1 Ramadhan 732 H (7 mei 1332 M). Ibn
Khaldun wafat di Kairo pada tanggal 17 Maret 1406. Menurut Abdul Wahid Wafi
secara garis besar masa hidup bisa dibagi menjadi empat periode, yaitu:
Pertama, adalah masa kelahiran dan masa studinya di Tunis dimulai dari tahun
732-751 H (1332-1351 M) atau kurang lebih selama dua puluh tahun.
Kedua, adalah waktu Ibn Khaldun bertugas di pemerintahan dan terjun kedunia
politik, selama kurang lebih dua puluh lima tahun, dari tahun 751 H hingga
tahun 776 H atau antara tahun 1351-1382 M.
Ketiga adalah masa mengarang kitab
al-’Ibar yang dimulai sewaktu Ibn Khaldun pindah ke Mesir 1382 M atau 776 H
selama delapan tahun. Empat tahun pertama dijalaninya di Benteng Ibn Salamah
antara tahun 1382-1386 M dan empat tahun sisanya yaitu antara tahun 1386-1390 M
di Tunisia.
Keempat adalah saat memberi kuliah dan memimpin pengadilan tinggi Mazhab Maliki
di Mesir mulai tahun 784-808 H (1390-1404 M). Masa ini berlangsung kira-kira
dua puluh empat tahun sampai meninggalnya Ibn Khaldun di Mesir tahun 810 H
(1406 M).
Pada masa kecil,
pendidikan yang diperoleh Ibn Khaldun di antaranya adalah pelajaran agama,
bahasa, logika dan filsafat. Di antara guru-guru Ibn Khaldun adalah Muhammad
bin Sa`ad Burral al-Ansari, Muhammad bin Abdissalam. Dari catatannya dua di
antara guru-guru yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan dan pendalaman
Ilmu syari`at, Ilmu Bahasa dan Filsafat adalah Muhammad bin Abdil Muhaimin
al-Hadrami dan Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Abilli yang disebut Ibn
Khaldun sebagai syekh Ilmu-ilmu Rasional. Selain itu, Ibn Khaldun dalam kitabnya
al-Ta’rif menyebutkan beberapa buku yang pernah dipelajariya waktu kecil. Di
antara buku-buku tersebut adalah ’al-Lamiya fi al-Qira’at dan
al-Ra`iyah fi Rasmi al-Mushaf karangan al-Syatibi, kemudian al-Tasil
Fi ’Ilmi li al-Nahwi karangan Abu Faraj al-Asfahani, al-Muallaqat, Kitabul
Hammasah Li al-A`lam sebuah ontologi puisi karangan Abu Tamam dan
al-Muttanabi. Selain itu, Ibn Khaldun juga mempelajari sebagian besar kitab
hadits terutama Sahih Muslim dan Muwattha’ karya Imam Maliki, at-Taqdi
li Ahaditsi al-Muata’ karangan Ibn Abdi al-Barr, Ulumul al-Hadits
karangan Ibni al-Salah, Kitabu al-Tahzib karangan al-Burda’i,
juga Muhktasaru al-Mudawwanah karangan Suhnun yang membahas fiqih
mazhab Maliki, Mukhtasaru al-Nil al-Hajib tentang Fiqih dan Ushul Fiqh; serta as-Sirru
karangan Ibn Ishak.
B.
Karya-karya Ibn Khaldun
1. Al-Muqaddimah
Lil ’alamah Ibn Khaldun
2. Kitab al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa
al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa Man Asarahum min Zawi
al-Sultan al-Akbar.
C. Corak
Pemikiran Ibn Khaldun
Karakter pemikiran Ibn
Khaldun mengalami percampuran yang unik yaitu antara dua tokoh yang saling
bertolak belakang, al-Gazali dan Ibn Rusyd. Ibn Rusyd adalah pengikut
Aristoteles yang setia, sedangkan al-Gazali adalah penentang filsafat
Aristoteles yang gigih. Kesamaan antara Ibn Khaldun dan al-Gazali tersebut
antara lain nampak dalam hal peran dan batas akal dalam kemampuanya untuk
menganalisa kenyataan, kepercayaan pada logika sebagai alat berpikir yang
valid, penolakan adanya hukum kausalitas sekunder karena bertentangan dengan
dalil agama dan membuang jauh-jauh penalaran neo-platonik dan teori emanasi.
Disamping itu juga patut dikemukakan bahwa Ibn Khaldun sangat dipengaruhi oleh
gagasan Ibn Sina (980-1037 M). Melalui gagasan Fakhr al-Din al-Razi dalam hal
kritik dan reaksi yang diberikan terhadap gagasan emanasi dan ketidakmamapuan
Tuhan untuk mengetahui hal-hal yang partikular serta pandangan platonik mengenai
pengetahuan sebagai pengingatan kembali.
2. AL-GHAZALI
A.
Riwayat Hidup Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad Al-ghazali lahir pada tahun 1059 M di Ghazaleh suatu
kota kecil yang terletak didekat Thus di Khusaran (Iran), ia berbelar hujjarui
islam, sebutan al-Ghazali diambil dari kata-kata “Ghazalah” yakni nama kampung
kelahiran al-Ghazali, sebutan tersebut kadang-kadang diucapkan dengan
“Al-Ghazzali”. Istilah ini berakal kata pada “Ghazal” yang artinya tukang printak
benang sebab pekerjaan ayah al-Ghazali adalah memintal benang wool.
Tokoh terbesar dalam sejarah reksi islam Neo-Platonisme adalah al-Ghazali
seorang ahli Hukum, teolog, filosof, dan sufi, dilahirkan di Thus (khusaran)
pada tahun 1059, pertama-tama al-Ghazali
memutuskan perhatiannya pada ajaran yuris prudensi (fiqh) dengan salah seorang
Radzkani, kemudian berpindah kejurjan dimana ia meneruskan studinya dengan Abu
al-Qasim al-Isma’ili. Meskipun begitu, gurunya yang paling besar adalah
al-Juwayni, seorang teolog Asy’ariyah yang termukakan saat itu. Al-Juwayni
memprakasai muridnya yang brilian ini kedalam studi kalam, filsafat dan logika,
perkenalannya dengan teori dan praktek miskitisme adalah berkat jasa
al-farmatzi (W. 1084). Seorang sufi terkemuka saat itu.
B. Karya-karya
dan pandangan kefilsafannya
Sebagai seorang ilmuan, al-Ghazali berhasil menyusun buku-buku Tahafutul
Falasifah, al-Munqizminadi Dialal, Ihya Ulumuddin, manthik, faqih, tafsir,
akhlak, adat persoalan.
Buku al-Muqidz Minadh dholal (penyelamat dan kesesatan),
berisi sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang
terakhir terhadap beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai Tuhan.
A.
Riwayat
Hidup
Hampir seluruh disiplin
ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti
pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar
terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi).
Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah
beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah
dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut
beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan
hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain
kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan
hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran)
sebagai dasar hukum islam.
Berkaitan dengan bid’ah,
Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu
bid’ah terpuji dan bid’ah yang sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut
sesuai denngan prinsip-prinsip al-Qur’an dan sunnah dan sebaliknya. Dalam soal taklid beliau selalu memberikan perhatian kepada
murid-muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat dan hasil ijtihadnya,
beliau tidak senang murid-muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya.
Sebaliknya malah menyuruh bersikap kritis dan berhati-hati dalam menerima suatu
pendapat, sebagaimana unngkapan beliau “inilah ijtihadku, apabila kalian
menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad
tersebut”.
A. Diantara karya-karya imam syafei adalah :
1. Ar-Risalah
2. Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya
3. Al Musnad yang berisi tentang hadist-hadist Rasulullah yang dihimpun
dalam kitab Al Umm serta ikhtilaf al-Hadist.
A.
Riwayat Hidup
Abu rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni terlahir menjelang terbit
fajar pada 04 September
973
M di Kath (Kiva sekarang). Sebuah kota di sekitar wilayah aliran sungai Oxus,
Khwarizm (Uzbekistan). Masa kecilnya tidak banyak diketahui. Al-biruni dalam
biografinya mengaku sama sekali tidak mengenal ayahnya dan hanya sedikit
mengenal kakeknya.
Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-biruni juga fasih
dengan sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan
Suriah. Semasa muda dia menimba ilmu matematika dan astronomi dari Abu Nasir
Mansur.
Menginjak usia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya
dibidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu
Sina, Imuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.
Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu.
Ketika berusia 20 tahun, Dinasti Khwarizmi digullingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu
Muhammad dari Gurgan. Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di
Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur.
Pada 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia.
Dia tinggal di wilayah itu selama beberapa tahun. Selama tinggal di gurgan,
Al-Biruni menyeleseikan salah satu karyanya The Chronology of Ancient Nations.
Sekira 11 tahun kemudian, dia kembali ke Khwarizmi.
Sekembalinya dari Gurgan, Al-Biruni menduduki jabatan terhormat
sebagai pensihat sekaligus pejabat istana bagi pengganti Emir Ma’mun. pada
1017, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedu Emir Ma’mun
akibat pemberontakan. Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada 1017.
Mahmud lalu membawa para pejabat istana Khwarizmi untuk memperkuat kerajaanya
yang bermarkas di Ghazna, afganistan. Al-Biruni adalah seorang Ilmuwan dan
pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa
Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dikter, Ibnu
Khammar.
Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja
menarik para sarjana dan ilmuwan ke istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam
cara untuk mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaanya. Ibnu Sina sempat
menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar dating dan mengembangkan
pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.
Meski Mahmud terkesan memaksa. Al-Biruni menikmati keberadaanya di
Ghazna, Di Istana, dia dihormati dan dengan leluasa dapat mengembangkan
pengetahuan yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi
astrolog istana bagi Mahmud dan penggantinya.
Pada 1017
hingga 1030, Al-Biruni berkesempatan melancong ke India. Selama 13 tahun, dia
mengkaji seluk-beluk India hingga melahirkan apa yang disebut Indologi atau
studi tentang India. Di negeri Hindustan itu dia mengumpulkan beragam bahan
bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun
sejarah, kebiasaan, keyakinan atau kepercayaan yang dianut masyarakat di
subbenua India.
Selama
hidupnya, Al-Biruni menghasilkan karya besar dalam bidang Astronomi lewat
Masudic Canon yang didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Ma’sud. Atas
karyanya itu, Ma’sud menghadiahkan seekor gajah bermuatan penuh dengan perak.
Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang ditermanya itu ke kas Negara.
Sebagai bentuk penghargaan, Ma’sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pension
yang dapat membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Al-Biruni lalu
menulis buku astrologi, yaitu The Elements of Astrology. Selain itu, sang
ilmuwan itupun menulis sederet karya dalam kedokteran, geografi, serta fisika.
Al-Biruni telah
menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasikan table Astronomi untuk
Sultan Ma’sud, “Papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang
Astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga berjasa menuliskan risalah tentang
planisphere dan armillary sphere. Dia bahkan mengatakan bahwa bentuk bumi
adalah bulat.
Al-Biruni
tercatat sebgai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan
fenomena astronomi. Dia menduga galaksi bima sakti adalah kumpulan sejumlah
bingtang. Pada 1031 dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat
panjang, Al-Qanun Al Mas’udi. Selain itu, Al-Biruni merupakan ilmuwan yang pertama kali
membedakan istilah astronomi dengan satrologi. Hal itu dilakukannya pada abad
ke-11 M. dia juga menghasilkan berbagai karya penting dalam bidang astrologi.
Dalam ilmu
bumi, Al-Biruni menghasilkan sejumlah sumbangan penting sehingga dia dinobatkan
sebagai “Bapak Geodesi”. Dia juga memberi kontribusi signifikan katografi,
geologi,geografi dan mineralogy. Kartografi adalah ilmu membuat peta atau
globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam
kartografi, yakni sebuah setudi tentang proyeksi pembuatan peta.
Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang
Kath Khwarizmi dengan menggunakan ketinggian matahari. “kontribusi penting
dalam bidang geodesi dan geografi telah disumbangkan Al-Biruni. Dia telah
memeperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,”
papar John J. O’Connor dan Edmund F. Robertson dalam MacTutor History of
Mathematics. Al-Biruni
juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya dia menulis
tentang geologi India. Sementara itu dalam bidang mineralogy dia menulis kitab
berjudul Al_Jawahir atau Book of Precious Stones yang menjelaskan beragam
mineral. Dia mengklasifikasikan setiap mineral berdasarkan warna, bau,
kekerasan, kepadatan, serta beratnya.
Al-Biruni telah berperan mengenalkan metode saintifik dalam setiap
bidang yang dipelajarinya. Misalnya, dalam Al-Jamawir yang sangat
eksperimental. Pada bidang optic, Al-Biruni bersama Ibnu Al-Haitham termasuk
ilmuwan pertama yang mengkaji dan mempelajari ilmu optic. Dialah yang pertama
kali menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.
Dalam ilmu sosial, Al-Biruni didapuk sebagai antropolog pertama didunia. Dia
menulis secara detail studi kompertaif terkait antropologi manusia, agama, dan
budaya di Timur Tengah, Mediterania, dan Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah
ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan
metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.
Al-Biruni tercatat sebagai pelopor eksperimental lewat penemuan
konsep reaksi waktu. Pad usia 27 tahun, dia telah menulis buku sejarah yang
berjudul Chronology. sayangnya buku ini telah hilang. Dalam kitab yang
ditulisnya, Fi Tahqiq ma Li’I-Hid atau penelitian tentang India, dia membedakan
metode saintifik dengan metode histories. Dia juga memberikan sumbangan yang
signifikan bagi pengembangan matematika, khusunya dalam bidang teori dan
praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri, dan lainnya.
“Dia salah satu
ilmuwan terbesar dalam sejarah manusia”. Begitulah Al-Sabra menjuluki
Al-Biruni, ilmuwan muslim serba bisa dari abad ke 10M. bapak sejarah Sains
Barat, George Sarton pun mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam
beragam disiplin ilmu. ‘Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adlaah seoarang
Ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman”, cetus Sarton. Bukan tanpa alasan jika Sarton dan Serba mendapuknya sebagai
ilmuwan yang agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang fenimenal.
Sejarah mencatat Al-Biruni sebgaia sarjana muslim pertama yang mengkaji dan
mempelajari seluk-beluk India dan tradisi Brahminical. Kerja kerasnya ini
menobatkannya sebagai “Bapak Idiologi”.
Di era keemasan Islam, Al-Biruni telah meletakkan dasar-dasar satu
cabang keilmuwan tertua yang berhubungan dengan fifik bumi. Sebagai ilmuwan
yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni jugan menjadi pelopor dalam berbagai
metode pengembangan sains. Sejrah sains mencatat, ilmuwan yang hidup diera
kekuasaan dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor metode saintifik
eksperimental. Dialah ilmuwan yang bertanggunag jawab memperkenalkan metode
eksperimental dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebgaia seorang
perintis psikologi eksperimental.
Al-Biruni
merupakan saintis pertama yang menelaborasi eksperimaen yang berhubungan dengan
fenomena astronomi sumbangan yang dicurahkanya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan sungguh tidak ternilai. Al-Biruni pun tidak hanya menguasai beragam
ilmu seperti fisika, Antropologi, psikologi, kima, astrologi, sejarah,
geografis, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran dan filsafat, tetapi juga
turut memberikan kontribusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya
dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya.
Al-Biruni wafat di usai 75 tahun pad 13 Desember 1048 di Ghazna.
Untuk mengenang jasanya, pada astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah
bulan
5. IBNU HAITHAM
A. Riwayat Hidup
Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن
الهيثم)
atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan
nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat
seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop..
B.
Masa ilmuwan-ilmuwan Islam
Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur
dan memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan
menguasai pelbagai lapangan ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu
bukan saja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang
sebenarnya.
Sejarah
telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana
dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat
diperhatikan pada para tokoh ilmuwan
Islam ialah mereka tidak
sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa
yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia juga memiliki kemahiran yang
tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan sebagainya. Salah seorang daripada tokoh tersebut
ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan ibnu
al-Haitham.
C.
Perjalanan hidup
Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali
dengan nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masehi. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum
dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa
lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan
merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan
menumpukan perhatian pada penulisan.
Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah mengambil kesempatan
melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam
menempuh perjalanan menuju Universitas
Al-Azhar.
Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seorang
yang amat mahir dalam bidang sains, falak, matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata,
telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di
Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada
pengajian pengobatan modern mengenai mata.
D.
Karya dan penelitian
Sains
Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan
penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada
ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta
teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data
penting mengenai cahaya.
Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight
Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di
sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari
berada di garis 19 derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan
hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya,
beliau juga telah berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya
dan pembalikan cahaya.
Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca
yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah
digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang
pertama di dunia.
Yang
lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara
sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500
tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi
sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai
jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara
teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat untuk menghasilkan wayang
gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya
disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat
kita lihat pada masa kini.
Filsafat
Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai
falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Ia
turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.
Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek
kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan
pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada pendekatan yang
digunakan dalam mengenalinya. Beliau juga berpendapat
bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar
diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya
mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.
Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan
daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu
ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu
mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fizikal dan
mental akan turut mengalami kemerosotan.
Karya
Di antara buku hasil karyanya adalah :
1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi
teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya;
2. Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu
geometri;
3. Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang
algebra;
4. Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang
mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau;
5. M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan
geometri dalam urusan hukum syarak dan
6. Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik
penulisan puisi.
Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan filsafat
amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin
dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan
pendapatnya masih relevan hingga saat ini.
Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah
"dicuri" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang patut
kepada beliau. Tapi sesungguhnya, barat patut berterima kasih kepada Ibnu
Haitham dan para sarjana Islam karena tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih diselubungi kegelapan.
Kajian
Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada
masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian
pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi terbelenggu
oleh pemikiran filsafat Yunani.
6.
LISANUDDIN AL KHATIB
Lisan ibn al-Din al-Khatib (atau Muhammad ibn Abd Allah ibn Said bin Ali
bin Ahmad al-Salmani) (1313-1374) adalah seorang penyair, penulis, sejarawan,
filsuf, dokter dan politikus dari Imarah Granada. Beberapa puisinya menghiasi
dinding Alhambra di Granada. The Alhambra (bahasa Arab: الحمراء,
Al-Hamra ', harfiah "yang merah"), bentuk lengkap yang Calat Alhambra
(القلعة ٱلحمراء,
Al-Qal'at al-Hamra', "merah benteng"), adalah kompleks istana dan
benteng dibangun pada pertengahan abad ke-14 oleh penguasa Moor dari Emirat
Granada di Al-Andalus, menempati puncak bukit Assabica di perbatasan tenggara
kota Granada di Andalusia Komunitas Otonomi .
The
Moor istana Alhambra ini dibangun untuk para emir Muslim terakhir di Spanyol
dan pengadilan, mengenai dinasti Nasrid. Setelah Reconquista (penaklukan) oleh
Católicos Reyes ("Katolik Monarki") pada tahun 1492, sebagian
digunakan oleh para penguasa Kristen. Istana Charles V, yang dibangun oleh
Charles V, Kaisar Romawi Suci pada tahun 1527, telah dimasukkan ke dalam benteng
Alhambra dalam Nasrid. Setelah dibiarkan jatuh ke dalam rusak selama
berabad-abad, para Alhambra "ditemukan" pada abad ke-19 oleh para
sarjana Eropa dan pelancong, dengan restorasi dimulai. Sekarang salah satu
atraksi wisata utama Spanyol, menunjukkan arsitektur paling penting dan
terkenal Islam di negara itu, bersama-sama dengan bangunan abad ke-16 dan
kemudian Kristen dan intervensi taman. Ibn al-Khatib dilahirkan di Loja, dekat
Granada.
Al-Khatib menghabiskan sebagian besar hidupnya
sebagai wazir di istana Muhammad V, tapi diasingkan dari Granada dua kali dan
tinggal selama beberapa waktu di kekaisaran Marinid di Maroko (pertama kali
1360-62 dan 1371-74 kedua kalinya di Ceuta dan Tlemcen dan Fes). Dia dibunuh di
1374, di Fes, di balas dendam permusuhan pribadi. Ia unggul sebagai seorang
sejarawan dan ia menulis puisi yang sangat baik beberapa yang menempatkan musik
sebagai muwashshahat. Autobiografinya yang ditulis pada 1369, yang dapat
ditemukan dalam bagian dari 'al-Ihata fi Akhbar Gharnata'.
Pada
Wabah Ketika Black Death pes mencapai al-Andalus di abad ke-14, Ibn al-Khatib
menulis sebuah risalah yang disebut Pada Wabah, di mana ia menyatakan :
"Keberadaan penularan dibentuk oleh pengalaman, penyelidikan dan bukti
dari indra dan laporan dapat dipercaya. Fakta-fakta ini merupakan argumen yang
sehat. Fakta infeksi menjadi jelas kepada penyidik yang memperhatikan
bagaimana ia yang menetapkan kontak dengan menderita mendapat penyakit,
sedangkan orang yang tidak dalam kontak tetap aman, dan bagaimana transmisi
dipengaruhi melalui pakaian, kapal dan anting-anting.
A. Riwayat Hidup
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia
lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama
suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang
penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq, adalah
gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).
Al-Kindi adalah
filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan
atau karya-karya para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad
pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang
mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813),
al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan
al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup
dalam atmosfer intelektualisme yang dinamis saat itu, khususnya di Baghdad dan
Kufah, yang berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan: filsafat, geometri,
astronomi, kedokteran, matematika, dan sebagainya. Al-Kindi tidak hanya dikenal
sebagai penerjemah, tetapi juga menguasai beragam disiplin ilmu lainnya,
seperti kedokteran, matematika, dan astronomi.
Al-Kindi
berhasil mengubah sekaligus mengembangkan beberapa istilah yang menarik
perhatian para filosof sesudahnya, seperti: kata al-jirm menjadi al-jism; kata
at-tawahhum (imaginasi) menjadi at-takhayyul; kata at-thīnah menjadi al-māddah;
dsb.
Ketika khalifah al-Mutawakkil memerintah, mazhab resmi
negara (yang sebelumnya menganut mazhab/aliran Mu’tazilah) diganti menjadi
Asy’ariyah. Dua orang putra Ibnu Syakir, Muhammad dan Ahmad, mencoba menghasut
al-Mutawakkil dengan mengatakan bahwa orang yang mempelajari filsafat cenderung
kurang hormat pada agama. Al-Mutawakkil kemudian memerintahkan agar al-Kindi
didera dan perpustakaannya yang bernama Kindiyyah disita (meski kemudian
dikembalikan). Al-Kindi meninggal pada 866 M/252H.
B. Ringkasan Pemikiran Filsafat.
Menurut
al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping
sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. [dari
penulis] Di dalam al-Qur`an disebutkan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [āyāt] bagi
kaum yang berakal; yaitu mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk
dan mereka yang ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. ). Yang
benar pertama (al-Haqq al-Awwal) adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga
membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah filsafat
tentang Tuhan (seperti filsafat skolastik). Bagi al-Kindi, orang yang menolak
filsafat bisa dianggap kafir, karena dia telah jauh dari kebenaran, meskipun
dirinya menganggap paling benar.
Jika terjadi
pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama dalam al-Qur`an,
mestinya ditempuh dengan jalan ta`wīl (interpretasi, kontekstualisasi, atau
rasionalisasi atas teks-teks keagamaan). Hal ini karena dalam bahasa (termasuk
bahaa Arab), terdapat dua makna: makna hakīkī (hakikat, esensi) dan makna
majāzī (figuratif, metafora).
Namun demikian,
menurut al-Kindi, memang terdapat perbedaan dari segi sumber data (informasi)
antara agama dan filsafat. Agama diperoleh melalui wahyu tanpa proses belajar.
Sedang filsafat diperoleh melalui proses belajar (berpikir dan berkontemplasi).
Sedang dari segi pendekatan dan metode, agama dilakukan dengan pendekatan
keimanan, sedang filsafat dilakukan dengan pendekatan logika.
Al-Kindi juga
menyinggung soal jiwa manusia. Menurutnya, jiwa tidak tersusun, substansinya
adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih
dekat dengan pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan
badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang
berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Menurut al-Kindi,
jiwa memiliki 3 daya:
1) jiwa
bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah);
2) jiwa memarah
(al-quwwah al-ghadhabiyyah); dan
3) jiwa berakal
(al-quwwah al-‘āqilah).
Selama ruh
(jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan
pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh
akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di atas
bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihat-Nya. Di
sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor, ia akan pergi
terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya hingga Pluto;
kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan.
Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat
durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan
sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh)
yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan
akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Demikian
sekilas tentang al-Kindi, filosof muslim pertama yang telah berjasa memberi
tansformasi intelektual bagi umat Islam dan peradaban manusia. Semoga ringkasan
ini bisa memberi ‘warna lain’ bagi pencerahan intelektual dan kedewasaan dalam berpikir,
bersikap, dan berperilaku.
8. AR-RAZI
A.
Riwayat Hidup dan Karyanya.
Ar-Razi dilahirkan di ravy, di povinsi khusaran, dikatakan oleh beberapa
ahli telah pandai memainkan harpa pada usia remajanya, dan oleh yang lain
(dikatakan) telah menjadi seorang penukar uang sebelum beralih ke filsafat dan
kedokteran.
Karya-karyanya adalah sebagai berikut:
a. Sekumpulan risalah logika bekenaan dengan katagori-katagori, demostrasi,
ijogage,
dengan logika, seperti
yang dikatakan dalam ungkapan lama islam.
b. Sekumpulan risalah tentang
metafikasi pada umumnya.
c. Mateni mutlak dan
partikular.
d. Plenum dan vacum,
ruang dan waktu.
e. Fisika.
f. Bahwa dunia
mempunyai pencipta yang bijaksana.
g. Tentang keabadian dan
ketidakabadian Tuhan.
h. Sanggakan terhadap
proclus.
i. Opini
fisika “plutarch” (placita philosophorum).
j. Sebuah
komentar tentang timaeus.
k. Sebuah komentar
terhadap komentar plutarch tentang timacus.
l. Sebuah
risalah yang menunjukkan bahwa benda-benda bergerak dengan sendirinya dan bahwa gerakan itu pada hakikatnya adalah milik mereka.
m. Obat pencahar rohani
(spritual physic).
n. Jalan
filosofis.
o. Tentang jiwa.
p. Tentang perkataan imam
yang tidak bisa salah.
q. Sebuah
sanggahan terhadap kaum mutazilah.
r. Metafisikan menurut ajaran
plato.
s. Metafisikan menurut ajaran
sokrates.
Sedangkanbukunya yang paling besar adalah “al-Hawi”. Buku tersebut
merupakan sebuah ensiklopedia dan telah diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh
seorang yahudi: namanya adalah Faraj Ibnu Salim. Adapun diantara karya-karyanya
yang lain ialah: risalah tentang metafisika, maqhotah fi’imaaraatil al-iqbali
wa al daulah, tentang kelezatan dan ilmu ketuhanan serta ilmu prinsip yang
kekal.
9.
IBNU RUSYD
A.
Riwayat Hidup
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol)
pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah
hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak
yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti
kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari
Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari
Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar
diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di
dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas
filsafat Aristoteles yang memengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan,
termasuk pemikir semacam St.
Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi
Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
B.
Pemikiran Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat,
kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir
semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi)
sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
Filsafat
Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang
Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap
keberagamaannya.
C.
Karya
·
Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
·
Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
·
Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at
(filsafat dalam Islam dan menolak segala paham yang bertentangan dengan
filsafat)
Bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-'Abbas Al-Zahrawi
atau dalam kedokteran barat lebih dikenal sebagai Abucasis, lahir di kota
Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol pada tahun 936
Masehi. Ia merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota
Cordoba itulah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati
masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
Sebagai seorang dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi
dokter Istana pada era Kekhalifahan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda dengan
ilmuwan Muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan.
Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta
korban perang.
Para dokter di zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang
dokter yang jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu
kedokteran sungguh sangat besar. Al- Zahrawi meninggalkan sebuah ‘harta karun’
yang tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa Kitab Al-Tasrif
lî man ajaz an-il-tali I sebuah ensiklopedia kedokteran. Kitab yang terdiri
dari 30 volume itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para
dokter sera ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad
pertengahan hingga terciptanya era Renaissance.
Popularitas
Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa.
Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu
kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will
Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa
yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak
kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.
Kehebatan dan
profesionalitas Al- Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di
Eropa. “Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli
bedah,”ucap Pietro Argallata. Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi
begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan
kepeduliannya terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan
kepada para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik dengan
pasien. Menurut Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah melayani
pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya.
Dalam
menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menamkan pentingnya observasi
tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya
diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. Al-Zahrawi pun
selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik
kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan
materi.
Menurut
Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa
itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada
dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya
dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan
operasi bedah. Mungkin karena itulah di era modern ini muncul istilah dokter
spesialis bedah (surgeon).
Selama
karirnya
Al-Zahrawi telah menciptakan atau menemukan 26 peralatan bedah. Salah satu alat
bedah yang ditemukan dan digunakan Al-Zahrawi adalah catgut untuk menjahit
bagian dalam organ yang hingga kini masih digunakan.
Peralatan
penting untuk bedah yang ditemukan Al-Zahrawi itu antara lain, forceps,
ligature, pisau bedah (scalpel), curette, retractor, surgical spoon, sound,
surgical hook, surgical rod, dan specula. Kontribusi Al- Zahrawi bagi dunia
kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap dikenang dunia. Beliau akhirnya
tutup usia pada tahun 1013 M atau 404 H. Setelah semua pemaparan tadi, maka tak
mengherankan jika dunia kini menyebutnya: BAPAK ILMU BEDAH MODERN.
11. IBNU SINA
A.
Riwayat
Hidup
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter
kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian
besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang,
beliau adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan
baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang
kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan
rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
Ibnu
Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (Persia ابوعلى سينا Abu
Ali Sina atau dalam tulisan arab : أبو علي الحسين بن عبد الله بن سينا). Ibnu Sina lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran).
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak
di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai "bapak
kedokteran modern." George
Sarton menyebut Ibnu Sina
"ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang,
tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul
lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
B.
Latar Belakang
Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter dan
penulis aktif yang lahir di jaman keemasan Peradaban Islam. Pada jaman tersebut ilmuwan-ilmuwan muslim banyak
menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks Yunani
dari jaman Plato, sesudahnya hingga jaman Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan
lebih maju oleh para ilmuwan Islam. Pengembangan ini terutama dilakukan oleh
perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi
matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri, dan ilmu pengobatan.[1]. Pada jaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti
Buyid dibagian barat Iran dan
Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya.
Di jaman Dinasti
Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam.
Ilmu ilmu lain seperti studi tentang AlQuran dan Hadist
berkembang dengan perkembangan dengan suasana perkembangan ilmiah. Ilmu lainya
seperti ilmu filsafat, Ilmu
Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan pesat. Pada masa itu Al-Razi dan Al-Farabi menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
pengobatan dan filsafat. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar
di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota
Isfahan dan Hamedan. Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki
banyak koleksi buku, pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan muslim seperti Abu Raihan Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr
Mansur seorang matematikawan terkenal, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan
dan ilmuwan terkenal lainya.
C.
Karya Ibnu Sina
- Qanun fi Thib (Canon of Medicine)(Terjemahan bebas:Aturan Pengobatan)
- Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu
pengetahuan)
- An Najat
DAFTAR PUSTAKA
1. Hermawan
(1997). Al-Ghazali. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. vii. ISBN 979-902-308-4
2. Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, hlm. 8.
3. Ali Abdul Wahid Wafi, Ibn Khaldun, Riwayat dan Karyanya,
hlm. 1-2
5. Seyyed Hossein Nasr & Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis
Filsafat Islam, terj. Tim Penerjemah Mizan, Buku Pertama (Bandung:
Mizan, 2003),