METODOLOGI ULAMA’ KLASIK,
BERSUMBER PADA WAHYU, BERSTANDART INTERNASIONAL
Oleh : Afifatul Mutammimah
252100002
Islam, muncul sebagai peradaban baru di dunia ini
dimulai ketika Nabi membawa dan menyebarkan agama ini di jazirah Arab.
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW , Khulafaur Rasyidin tampil dengan hebatnya
sehingga kejayaan Islam mampu menyebar sampai pada jazirah Afrika dan Asia.
Kejayaan itu dilanjutkan oleh para Khalifah Bani Umayyah yang mampu memperluas
wilayah Islam hingga ke benua Eropa dan Asia Tengah. Bersamaan dengan itu pula,
semakin luasnya wilayah Islam, semakin sejahtera pula masyarakat di bawah
naungan pemerintahan Islam. Bahkan mereka yang beragama non Islam pun
merindukan pemerintahan Islam agar menguasai daerahnya supaya mereka terbebas
dari penderitaan penjajahan dan tuntutan pajak yang tinggi. Pada Intinya, Islam
mencapai masa kejayaan pada masa tersebut dan terus menerus maju dalam segala
bidang hingga berakhir pada masa kejayaan yang dicapai oleh Imperium Turki
Usmani.
Tak kalah menarik, Sejarah juga mencatatkan banyak
nama-nama Ilmuwan Muslim yang berhasil menemukan penemuan-penemuan penting yang
bahkan hingga kini masih bisa dinikmati oleh umat Manusia dimanapun berada. Lembaran sejarah dunia mencatatkan Ibnu
Sina sebagai Bapak Kedokteran, Al Khawarizmi sebagai peletak dasar Algaritma,
dan masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Ibnu Rusyd, Al Kindi, al
Biruni, Al Bitruji, Ibnu Bajjah, Ibnu Hayyan dan lain sebagainya. Mereka
dikenal sebagai peletak dasar Ilmu-ilmu modern yang ditemukan oleh orang-orang
barat.
Jika kita
analisis, Metode yang digunakan para Ilmuwan Islam klasik ialah dengan cara
menggali atas ayat-ayat Allah baik yang tertulis dalam Alquran maupun yang
tersaji di alam semesta dengan menggunakan akal fikiran yang sehat serta usaha
yang keras. Kedua ayat tersebut merupakan ciptaan Allah yang harus
digali berdasarkan perumusan landasan-landasan teori yang bisa dikembangkan
oleh manusia dengan menggunakan akalnya. Oleh karenanya, dalam Islam, ilmu
pengetahuan berkembang begitu luas dan komprehensif. Demikian. Mereka telah
mencapai kemajuan ilmiah yang fantastik pada abad pertengahan. Para sarjana
muslim itu memang telah memiliki tradisi ilmiah yang khas dan tak sama dengan
Barat.
Beberapa
contoh spektakuler dari prestasi ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Muhammad bin
Jarir al-Thabari, yang menulis sebanyak 40 halaman setiap hari selama 40 tahun.
Ini berarti, jika dirata-ratakan satu bulannya 30 hari, beliau, selama 40
tahun, telah menulis sekitar 576.000 halaman. Berapa jilid buku yang telah
dihasilkannya? Tak heran, jika ia sangat terkenal dan memberikan kontribusi
yang signifikan pada bidang yang ditekuninya. Selain itu, beberapa tokoh
ilmuwan yang terkenal menggunakan metode empiris eksperimental yang kini banyak
ditiru oleh orang-orang Barat. Ilmuwan tersebut ialah Ibnu Sina dan Ar razi dan
Al Haitsam.
Budaya Islam melalui semangat Al-Qur’an mendasarkan
sumber pengetahuan pada tiga sumber, yaitu pengalaman batin, alam, dan sejarah.
Hal ini tidak lain karena budaya Islam yang berfokus pada pengalaman konkret
(kenyataan) dan menuntut adanya observasi secara langsung terhadap alam guna
memahami hakikat alam dan terutama demi memahami sifat ketuhanan. Hal ini
juga tidak lepas dari perintah yang ada dalam kitab Al-Qur’an agar memerhatikan
pergantian siang-malam, peredaran bulan dan matahari serta peredaran planet
karena Tuhan menampakkan tanda-tandanya melalui alam. Walaupun harus diakui
bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim banyak yang memperoleh wawasan ilmu dari alam
pikir Yunani, akan tetapi ilmuwan-ilmuwan muslim menyadari bahwa apabila terus
menyandarkan diri pada alam pikiran Yunani yang tida mendasarkan pemikirannya
pada kenyataan maka akan terjadi kegagalan yang besar terhadap ilmu
pengetahuan. Metode observasi dan eksperiman lahir dalam kebudayaan Islam bukan
karena suatu kompromi dengan pemikiran Yunani, tetapi karena ada pergulatan
yang lama sekali dengan pemikiran itu. Pengaruh Yunani yang pada umumnya
menyukai teori, bukan kenyataan, malah lebih mengaburkan pandangan orang Islam
terhadap Al-Qur’an. Maka dengan semangat Al-Qur’an sebagai pedoman,
ilmuwan-ilmuwan muslim melakukan revolusi terhadap alam pikiran Yunani, sebuah
revolusi ilmiah. Menurut kebudayaan Islam bahwa ilmu harus dinilai dengan yang
konkret, hanya kekuatan intelektual yang menguasai yang konkret-lah yang akan
memberi kemungkinan kecerdasan manusia untuk dapat melampaui yang konkret,
seperti dalam Al-Qur’an. Dengan
demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa aktifitas keilmuwan yang dilakukan
oleh para saintis Muslim klasik memiliki ciri khas luar biasa antara lain
bersumberkan wahyu yang merupakan sumber kebenaran mutlak serta menggunakan
metodologi ilmiah berbasis pengalaman empiris.
Demikian wallahu
a’lam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar