Banyak kitab-kitab dulu menceritakan
bagaimana pengalaman orang-orang salafussoleh mendapat ilmu atas dasar hikmah
atau taqwa. Atau kitab-kitab karangan ulama muktabar menunjukkan mereka
mendapat ilmu laduni. Diantara ulama yang memperolehi ilmu laduni atau ilmu
ilham ini disamping ilmu melalui usaha ikhtiar adalah seperti Imam-Imam Mazhab
yang empat, ulama- ulama Hadith - Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Al Ghazali,
Imam Nawawi, Imam Sayuti, Syeikh Abdul Kadir Jailani, Junaid Al Baghdadi,
Hassan Al Basri, Yazid Bustami, Ibnu Arabi dan lain-lain lagi. Dalam bidang
sains dan teknologi, sejarah mencatat nama-nama Mimar Sinan, Ar Radzi, Sultan
Muhammad Al Fateh, Ulugh Beg dan lain-lain yang karena ketaqwaan mereka, Allah
telah anugerahkan berbagai ilmu yang canggih kepada mereka.
1. Imam Al Ghazali – Mujaddid
yang Juga Saintis
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad
ibn Muhammad al-Ghazali. Beliau dilahirkan pada tahun 1058 di Tus, Khurasan
yang merupakan sebuah propinsi dari Persia (Iran sekarang) dan meninggal pada
tahun 1111 dalam usia 53 tahun. Imam Ghazali dikenal sebagai salah seorang
ulama Islam terbesar di sepanjang zaman. Beliau pernah menjadi pengajar di
Maahad Nizamiyyah di Baghdad (1091-1096) yang merupakan sebuah institusi
pendidikan yang tertinggi dan paling berprestij di zaman keemasan peradaban
Islam. Ribuan ulama dari seluruh dunia Islam belajar dan menjadi muridnya di
waktu itu. Kedudukan dia begitu mulia, kaya dan dihormati lebih dari seorang
pangeran dan pejabat tinggi pemerintahan. Tapi pada satu hari dia tinggalkan semua
kemuliaan dan kehormatan itu untuk menjalani kehidupan sebagai orang Allah dan
bersuluk di Kubah Masjid Umawi.
Beliau
bukan sekadar pakar ilmu tauhid, fikih dan tasawuf. Walaupun umurnya pendek
saja iaitu sekitar 53 tahun, tapi beliau banyak menulis kitab dalam berbagai
bidang ilmu : ushuludin, tasawuf, usul fiqih, sains, kedokteran, filsafat dan
lain-lain. Dalam Maqasid al-Falasifah, Al-Ghazali membagi sains ke dalam
4 kategori utama : mathematical (al-riyadiyyat), logical (al-mantiqiyyat),
natural (al-tabi`iyyat) dan metaphysical (al-ilahiyyat).
Sedangkan sains politics, economi dan ethics menjadi bagian dari sains
metaphysics. Beliau juga mempunyai pandangan dan tulisan tentang mathematics,
geometry dan arithmetic.
Beliau mula mengarang selepas habis
saja bersuluk di Kubah Masjid Umawi di Syam atau di Syria sekarang ini. Umurnya
waktu itu sekitar 40 tahun. Artinya dalam hidupnya dia mengarang sekitar 13
tahun. Tetapi dalam waktu yang pendek ini ia sempat mengarang sekitar 300 buah
kitab yang tebal-tebal, yang menguraikan bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan.
Termasuklah kitab yang paling masyhur ialah Ihya Ulumiddin, kitab tasauf - ada
dua jilid tebal- tebal dan Al Mustosyfa, - ilmu usul fiqh yang agak susah
difahami.
Cuba anda fikirkan, bolehkah taraf
kita ini menulis macam mereka itu. Kalau seseorang itu bagaimana genius
sekalipun otaknya, tidak mungkin dalam masa 13 tahun dapat menghasilkan 300
buah kitab-kitab tebal. Selain itu isinya belum pernah ditulis dan diuraikan
oleh ulama atau ilmuwan sebelum dia. Artinya setiap 2 minggu dia menghasilkan 1
kitab. Kalau bukan karena dibantu dengan ilmu laduni, yakni ilmu tanpa berfikir
terus saja Allah jatuhkan ke hati dan terus ditulis, tidak mungkin ia dapat
menulis kitab begitu banyak yang memuat hal-hal yang baru yang belum pernah
ditulis atau dikaji oleh ulama-ulama senbelum dia. Dalam pengalaman kita, kalau
ilmu hasil berfikir dan mengkaji macam profesor-profesor dan PhD sekarang ini,
dalam tiga-empat tahun baru dapat satu tesis. Katalah satu buku mengambil masa
tiga-empat tahun. Artinya kalau 13 tahun baru dapat empat buku. Sangat berbeda
dengan Imam Ghazali yang mencapai 300 buah kitab yang tebal-tebal.
Diantara kitab-kitab yang ditulis
Imam Ghazali adalah :
Teologi
- al-Munqidh min al-dalal
- al-1qtisad fi'I-i`tiqad
- al-Risala al-Qudsiyya
- Kitab al-arba?in fi usul al-din
- Mizan al-?amal
Sufisme
- Ihya `ulum al-din, "Menghidupkan ilmu-ilmu agama", salah satu karya terpenting
- Kimiya`-yi sa`adat, "Kimia kebahagiaan"
- Mishkat al-anwar, "The Niche of Lights"
Filsafat
- Maqasid al falasifa
- Tahafut al falasifa, "The Incoherence of the Philosophers", di mana buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filsuf masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-tahafut (The Incoherence of the Incoherence)
Fiqih
- al-Mustasfa min `ilm al-usul
Logika
- Mi`yar al-`ilm (The Standard Measure of Knowledge)
- al-Qistas al-mustaqim (The Just Balance)
- Mihakk al-nazar f'l-mantiq (The Touchstone of Proof in Logic)
2. Imam Sayuti, Mujaddid dan
Penulis yang Produktif
Namanya adalah Abd Al-Rahmaan Ibn Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn
Saabiq Al-Khudairee Al-Suyuti dan gelarannya adalah Imam Suyuti. As
Suyoot adalah satu tempat di Mesir di mana ayahnya dilahirkan dan salah seorang
datuknya membuka sekolah atau madrasah di sana. Imam Suyuti lahir pada tahun 849H bersamaan dengan 1445 M di Cairo
Mesir dan meninggal pada 911H pada umur 52 tahun. Beliau dibesarkan sebagai
anak yatim, karena ayahnya meninggal ketika umurnya 5 tahun. Dia sudah
menghapal Al Qur’an pada umur 8 tahun. Dia belajar ilmu lebih dari 150 orang
syeikh yang memberi dia ijazah atau autorisasi untuk mensyarahkan dan mengajar
ilmu-ilmu guru-gurunya.
Umurnya juga pendek hanya 52
tahun. Kitab pertama yang ditulisnya adalah
Sharh Al-Isti’aadha wal-Basamallah yang ditulisnya sewaktu
berumur 17 tahun. Tetapi keaktifan menulis selepas umur 40 tahun dan ia dapat
menghasilkan 600 buah kitab. Dalam masa hanya 12 tahun, dia dapat menghasilkan
sebegitu banyak kitab. Artinya dia dapat menyiapkan sebuah kitab setiap minggu.
Padahal kitab-kitabnya itu pula tebal-tebal dan perbahasannya dalam
bermacam-macam jenis ilmu. Diantara kitabnya yang terkenal Al Itqan fi
Ulumil Quran, Al Hawi lil Fatawa (dua jilid), Al Jamius Soghir (mengandungi
matan-matan Hadith), Al-Jaami'-ul-Kabeer,
tafsir Jalalain, Al Iklil, Dur Al Manthur, Sharh Al Alfiyyah, Tarilkh Al
Khulafa, Al-Khulafah Ar Rashidun dan lain-lain lagi.
Kalaulah beliau menulis atas
dasar membaca atau otak semata-mata, tentulah tidak mungkin. Dalam masa 12
tahun dapat menulis hampir 600 kitab atau dalam masa hanya 1 minggu dapat tulis
sebuah kitab. Inilah ilmu laduni yang Allah anugerahkan kepada hambanya yang
bertaqwa. Tidak hairanlah hal ini boleh berlaku karena dalam kitab Al
Tabaqatul Kubra karangan Imam Syakrani ada menceritakan yang ia dapat
yakazah dengan Rasulullah SAW sebanyak 75 kali. Sempat bertanya tentang ilmu
dengan Rasulullah SAW.
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Imam Suyuti bukan
hanya pakar tauhid, fikih atau tasawuf, tapi ia juga pakar dalam berbagai
bidang ilmu lainnya seperti astronomi, botani, zoologi, matematika dan
sebagainya. Sayang kitab-kitab tulisan beliau tentang sains tidak sampai kepada
kita di zaman ini, kecuali beberapa saja diantaranya sebuah kitab tebal tentang
botani yang menceritakan tentang berbagai jenis tumbuhan obat dan khasiatnya
dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Kitab itu sudah diterjemah ke dalam
Bahasa Inggris dan diterbitkan di London dengan judul As Suyuti’s Medicine
of The Prophet. Tidak ada ulama atau saintis di zaman ini macam Imam Suyuti
yang selain pakar dalam bidang ilmu-ilmu agama tapi pada saat yang bersamaan
pakar dalam berbagai bidang sains dan teknologi. Begitulah kehebatan ulama
sekaligus saintis Islam yang bertaqwa.
3. Imam Nawawi, Ulama Muda
Yang Brilian
Beliau adalah diantara ulama
besar termuda yang meninggal sewaktu berumur 30-an tahun. Beliau tidak sempat
kahwin tetapi banyak mempusakakan kitab- kitab karangannya, sekitar 600 kitab.
Diantara yang terkenal ialah Al Majmuk. Kalau ditimbang berat kitab itu lebih
kurang lima kati, yakni kitab fekih yang sangat tebal. Selain itu termasuklah
kitab Riadhius Solihin, Al Azkar dan lain-lain lagi.
Untuk mengarang kitab Majmuk saja
kalau ikut kaedah biasa atas dasar kekuatan otak, tidak mungkin dapat disiapkan
dalam masa dua atau tiga tahun, paling cepat 10 tahun. Takkan Imam Nawawi
mengarang 10 tahun untuk kitab itu saja. Sedangkan dia ada kitab-kitab yang
lain. Ini berarti dia mula mengarang semasa berumur 20 tahun. Kebiasaannya di
umur ini orang sedang belajar lagi. Ini juga luar biasa! Biasanya orang jadi
pengarang kitab ini di hujung- hujung umurnya, tapi Imam Nawawi pada umur 20
tahun. Di umur yang semuda ini beliau sudah Allah anugerahkan kemampuan luar
biasa. Ini membuktikan ilmu selain dari hasil belajar, ada ilmu yang ALLAH
pusakakan tanpa belajar, tanpa usaha ikhtiar dan tanpa berguru. Inilah dia ilmu
laduni atau ilmu ilham itu yang Allah anugerahkan atas dasar hakiim dan taqwa.
Sesudah kita mengkaji kemampuan
ulama-ulama dahulu, kita lihat pula ulama-ulama kita sekarang ini. Bandingkan.
Mengikut pengalaman kita, untuk menyiapkan sebuah buku saja itupun di satu
sudut ilmu saja atau di satu aspek daripada satu bidang ilmu saja, paling cepat
mengambil masa tiga-empat tahun. Ada yang sampai delapan tahun. Kalau sebuah
buku atau kitab mengambil masa tiga-empat tahun, artinya kalau 10 buah buku
atau kitab akan mengambil masa 30-40 tahun. 40 tahun mengarang baru dapat 10-13
buah buku. Biasanya orang yang ambil PhD bermula di umur 25-30 tahun. Jadi
seorang yang hendak menghasilkan sepuluh buku, ertinya umurnya di waktu itu
ialah 65-70 tahun. Kalau lebih daripada itu tentulah memerlukan umur 80 tahun
atau lebih. Ulama-ulama dulu mampu menulis kitab-kitab yang banyak dan
tebal-tebal dalam berbagai bidang ilmu. Sedangkan mereka berumur pendek.
Tentulah ini bantuan ALLAH yang luar biasa melalui ilmu laduni disamping ilmu
kasbi (ilmu yang diterima atas usaha lahiriah dan akal).
Yang jelas sekarang ini sudah
tidak ada lagi ulama yang mendapat ilmu laduni. Karena kita semua sudah
bersalut dengan cinta dunia dan berkarat dengan mazmumah (sifat-sifat jahat
dalam diri). Lihatlah zaman sekarang ini susah untuk kita dapati ulama yang
mengarang buku atau kitab. Mereka tidak mampu mengarang karena kekeringan
minda, sibuk dengan dunia, disamping perlu menggunakan otak, berfikir, membaca,
banyak mentelaah dan mesti mengambil banyak reference yang tentunya memakan
masa yang lama. Ini semua membosankan dan meletihkan. Banyak mengambil masa dan
tidak cukup masa. Sedangkan ilmu ikut saluran taqwa, mereka tidak dapat pula.
Maka inilah rahasia mengapa ulama sekarang tidak menulis atau kurang menulis.
4. Mimar Shinan, Teknolog yang
Wali Allah
Contoh saintis dan teknolog yang
dapat dijadikan teladan adalah Mimar Shinan dari Turki. Beliau adalah juga
seorang wali. Beliau dilahirkan di Anatolia pada tanggal 15 April 1489 dan
meningga dunia di Istambul pada 17 Juli 1588 dalam usia 99 tahun. Ia dilahirkan
sebagai seorang kristian dari pada keturunan Yunani atau Armenia. Pada tahu
1511 beliau masuk Islam dan belajar di sekolah di istana Sultan di bawah
bimbingan Ibrahim Pasa. Di situlah dia diberi nama Islam Sinan.
Beliau menjadi chief architect
dalam pemerintahan 4 sultan Usmaniah yaitu Sultan Salim1, Sultan Sulaiman 1,
Sultan Salim2 dan Sultan Murad 3. Beiau juga dikenal dan diakui sebagai
insinyur pakar gempa pertama di dunia. Hasil karyanya yang paling terkenal
adalah Kompleks masjid Sulaiman di Istambul, walaupun yang paling dia banggakan
adalah masjid Salim di Edirne yang dibangunnya pada tahun 1550 dan selesai pada
tahun 1557. Ketika membangun masjid itu datang seorang arsitek kristen yang
berkata pada dia bahwa Mimar Sinan tidak dapat membangun bangunan yang kubahnya
lebih besar dari Aya Sofia yang dibangun oleh arsitek Kristen. Ternyata dengan
ketaqwaannya, Mimar Shinan diberi keupayaan oleh Allah untuk membangunkannya
dan kubah masjid tersebut merupakan kubah yang terbesar di dunia pada saat itu,
jauh meninggalkan Aya Sofia.
Hasil karya Mimar Sinan yang
pertama adalah Masjid Sehzad yang dibangunnya pada tahun 1548 di Istambul.
Selepas itu berbagai bangunan dibuatnya di sekitar Istambul seperti masjid
Salim di Edirne, Masjid Rustam Pasha di Istambul, Masjid Mihrimah Sultan di
Edirnekapi, Masjid Kadirga Sokullu di Istambul, Kompleks Masjid Sulaiman di
Istambul yang terdiri dari masjid (berukuran 59 meter panjang, 58 meter lebar
dan ketinggian kubah 53 meter), taman yang luas, dapur, 4 madrasah, 1 sekolah
hadis, 1 rumah sakit, perpustakaan, 2 kompleks kuburan keluarga sultan dan
hamam (pemandian umum). Dia juga membuat bangunan Taqiyya al Sulaimaniyya di
Damascus yang sampai sekarang dipandang sebagai bangunan yang luar biasa dan
masjid Banya Bashi di Sofia, Bulgaria yang saat ini merupakan satu-satunya
masjid yang berfungsi di Sofia.
Diantara
bangunan-bangunan yang dibuat oleh Mimar Sinan adalah :
- 94 great
mosques,
- 57
universities,
- 52 smaller
mosques,
- 41
bath-houses (hamam)
- 35 palaces
(saray),
- 22
mausoleums (türbe),
- 20
caravansary (kervansaray; han),
- 17 public
kitchens (imaret),
- 8 bridges,
- 8 store
houses and
- 7 schools
(madrasah),
- 6 aqueducts
- 3 hospitals
Beliau sebenarnya bukanlah
seorang saintis atau teknolog dalam arti mendapat pendidikan dalam bidang sains
dan teknologi, tapi beliau sangat berminat dengan arsitektur. Berbagai bangunan
dan masjid yang dibangunnya lebih dari 450 tahun yang lalu sangat menunjukkan
betapa hebatnya Kuasa Tuhan yang dapat memberikan ilmu-ilmu yang luar biasa
pada orang yang kuat hubungannya dengan Tuhan. Mimar Sinan telah membangun
sekitar 350 bangunan dan masjid yang canggih-canggih dan indah.
Di saat gempa bumi hebat di Turki pada tahun 2000,
puluhan ribu orang mati, ratusan bangunan modern runtuh, tapi bangunan-bangunan
dan masjid-masjid karya Mimar Shinan masih tetap tegar berdiri. Orang-orang
yang berada di dalamnya selamat. Selain itu orang yang berada di dalam
bangunan-bangunan itu, ketika musim panas tidak merasa terlalu panas dan ketika
musim dingin tidak merasa terlalu dingin. Sistem sirkulasi udaranya begitu
optimal. Orang yang berbicara di mihrab atau podium, dapat didengar oleh semua
yang berada dalam bangunan itu walaupun dia berkata dengan perlahan dan tidak
menggunakan microfon.
Ternyata dalam pembangunan
bangunan-bangunan dan masjid-masjid tersebut Tuhan ilhamkan kepada dia berbagai
aplikasi teknologi seperti : teknologi anti gempa, civil engineering,
aerothermodynamics, aerothermo-acoustic, chemical engineering dan lain-lain,
dimana formula dan rumusan mathematic-nya sendiri baru dapat ditemukan oleh
para saintis barat pada akhir abad 19 atau abad 20. Tetapi kita sedih bila
melihat orang Islam memuja dan mengkagumi saintis barat padahal mereka hanya
menemukan formula dan rumusan mathematicnya saja dan belum ada saintis barat
yang dapat membuat bangunan dengan arsitektur seperti yang telah dibuat oleh
Mimar Shinan.
5. Kisah Sultan Muhammad Al Fateh dan Para Insinyurnya yang dibantu
Tuhan
Rasulullah SAW pernah bersabda yang maksudnya :
“Konstantinopel akan jatuh
di tangan seorang pemimpin sebaik-baik pemimpin, rakyatnya sebaik-baik rakyat
dan tentaranya sebaik-baik tentara”. (Hadist)
Konstantinopel adalah ibukota
kerajaan Romawi Timur yang terletak di Turki. Sekarang disebut Istambul.
Kekaisaran Romawi di zaman itu merupakan super power yang menguasai dunia
bersama kekaisaran Persia. Konstantinopel di saat itu bagaikan New York atau
Washington di zaman sekarang. Tapi Rasulullah menyebut bahwa Konstantinopel
akan jatuh ke tangan umat Islam. Para sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan
generasi sselepas itu sangat meyakini ucapan Rasulullah SAW itu. Maka mereka
mencoba dan berusaha agar di tangan
mereka terwujud janji Rasulullah SAW. Tetapi kebanyakan mereka telah
gagal dan banyak yang mati syahid di tepi benteng kota Konstantinopel itu.
Kejatuhan Konstantinopel barulah terwujud 800 tahun kemudian di tangan Sultan
Muhammad Al Fateh.
Sultan Muhammad Al Fateh lahir
pada tanggal 29 Maret 1432 dan meninggal pada tanggal 3 Mei 1481. Detik
kelahirannyapun sudah mengisyaratkan bahwa dia akan membuat sejarah besar.
Kejayaannya sudah dapat dirasakan ketika berita kelahirannya disampaikan kepada
ayahnya Sultan Murad tepat ketika beliau sedang membaca Al Qur’an surat Al Fath
ayat yang pertama : “Sesungguhnya kami
telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”.
Sejak kecil
beliau sudah dididik dan diajar agama oleh Syamsudin Al Wali, seorang syeikh
tarekat Naqsyabandiah yang datang dari Uzbekistan. Ia telah memberitahu kepada
ayah Sultan Muhammad Al Fateh yaitu Sultan Murad bahwa Muhammad Al Fateh-lah
yang akan menaklukan Konstantinopel. Maka oleh ayahnya, Muhammad Al fateh
diserahkan kepada Syamsudinn Al Wali yang bertaqwa itu untuk dididik. Walaupun
tinggal di istana tetapi hidupnya sengaja disusah-susahkan. Dia dilatih hidup
miskin dalam kekayaan. Untuk mendidiknya dalam ilmu peperangan, beberapa panglima
yang berpengalaman didatangkan oleh ayahnya ke istana.
Hasil didikan
ini telah menjadikan beliau seorang bertaqwa, takut dan cinta Allah yang
mempunyai kepribadian yang unggul. Beliau menjadi sultan menggantikan ayahnya
pada usia 19 tahun. Ia merupakan cendikiawan di zamannya dan sudah menjadi
tradisinya mengumpulkan para ulama, saintis, cendikiawan dan teknolog untuk
berdiskusi dan mengkaji berbagai permasalahan. Sifatnya tenang, berani, sabar
menanggung penderitaan, tegas dalam membuat keputusan dan mempunyai kemampuan
mengawal diri (self control) yang luar biasa. Kemampuannya dalam memimpin dan
mengatur pemerintahan sangat menonjol. Jiwanya sangat tegas bila berhadapan
dengan musuh dan lembut bila berhadapan dengan rakyatnya.
Beliau telah
diberi kefahaman oleh gurunya Syamsudin Al Wali bahwa beliaulah yang akan
merealisasikan hadist Rasulullah di atas, yaitu menaklukan Konstantinopel.
Beliau sangat yakin dengan ilham yang diterima gurunya yang bertaqwa itu.
Tetapi beliau tidak hanya tinggal diam dan berdoa saja menunggu takdir. Beliau
didik pula tentaranya untuk menjadi sebaik-baik tentara yaitu tentera yang
bertaqwa dan beliau didik rakyatnya untuk menjadi sebaik-baik rakyat. Dia amat
menyadari bahwa hanya pemimpin dan tentara yang bertaqwa saja yang akan
mendapat bantuan Allah SWT, sesuai dengan Firman Allah dalam Al Qur’an : “Allah
menjadi pembela bagi orang bertaqwa”.
Dari segi
persiapan lahiriah beliau bangunkan angkatan perang yang unggul. Melalui
operasi intelijen yang cerdik, beliau bebaskan pakar meriam dari dalam penjara
raja Romawi. Bersama para insinyurnya beliau bangunkan kapal-kapal perang dan
meriam-meriam yang canggih untuk ukuran zaman tersebut. Bahkan dalam membangun
benteng Rumeli Hasari di tepi selat Bosphorus, beliau turun tangan secara
langsung dengan ikut mengangkat batu-batu dan pasir-pasir.
Setelah
persiapan taqwa dan kekuatan lahiriah mantap, maka dimulailah peperangan.
Setelah lebih 1 bulan berperang masih belum tampak tanda-tanda kemenangan.
Muhammad Al Fateh merintih dan bertanya pada gurunya Syamsudin Al Wali : “wahai guruku, bilakah masanya lagi kota
tersebut jatuh ke tangan tentara Islam?” Gurunya Syamsudin Al Wali menjawab
: “Pada hari yang ke-53, hari selasa… jam
11.00 pagi.” Berita ini merupakan ilham atau firasat yang diterima oleh
Syamsudin Al Wali yang bertaqwa dan Muhammad Al Fateh sangat yakin dengan ilham
tersebut, karena setiap pejuang kebenaran pasti dibantu oleh Allah
Sambil
menunggu waktu tersebut ia beserta tentara dan para insinyurnya tetap gigih berjuang
di siang hari dan meningkatkan ibadah di malam harinya, untuk melahirkan sebab
turunnya bantuan Allah. Di malam-malam hari Sultan Muhammad Al Fateh
berkeliling kemah tentaranya untuk memastikan mereka mengusahakan taqwa dengan
bangun malam dan beribadah seperti mengerjakan sholat tahajud. Yang tidak
bangun malam untuk beribadah, keesokan harinya tidak akan diajaknya terus
berjuang. Hanya orang bersungguh-sungguh mengejar taqwa yang akan mendapat
bantuan Tuhan.
Di suatu malam
di bulan Mei 1453, terjadilah suatu peristiwa luar biasa dan ‘tidak masuk
akal’. Para insinyurnya yang telah bersungguh-sungguh mengusahakan taqwa, telah
mendapat ilmu ilham dan inovasi teknologi luar biasa dari Allah sehingga
tentara Sultan Muhammad Al Fateh telah membawa 70 kapal perangnya berjalan
(bukan berlayar) melalui daratan berbukit sejauh lebih 10 mil (16 kilometer) di
Semenanjung Pera dan tiba di Golden Horn. Dari sini mereka menyerang tentara
Romawi dari arah dan pada saat yang tidak disangka-sangka. Sampai kini peristiwa
itu dicatat dengan tinta emas dalam kamus sejarah :
“Satu pemandangan yang luar biasa. Kapal-kapal ‘berlayar’
di atas darat sejauh puluhan kilometer untuk tiba di posisi yang paling
strategis setelah jalan laut dikepung dengan rantai-rantai besi oleh tentara
Romawi”.
“Mustahil
dan tidak masuk akal” kata pakar tentara zaman itu.
Tapi ia benar-benar terjadi.
“Karamah
dan bantuan ghaib” kata ulama-ulama Islam.
Akhirnya pada
hari selasa tanggal 29 Mei 1453 pagi hari, Sultan Muhammad Al Fateh dan tentaranya
yang mempunyai gabungan kekuatan lahir dan taqwa, berhasil menguasai
Konstantinopel.
Sejarah
mencatat bagaimana bagaimana Sultan Muhammad Al Fateh yang ketika itu berusia
21 tahun menunjukkan sikap lemah lembut dan toleransi yang sangat mengagumkan. Semua
rakyat diberi kebebasan beragama. Orang-orang nasrani diberi kebebasan untuk
menentukan ketua gereja (petrick) mereka sendiri. Petrick inilah yang bertugas
menjaga kesejahteraan umatnya. Sultan Muhammad Al Fateh memberikan kedudukan
petrick ini setaraf dengan menteri dalam kerajaan Bani Uthmaniah.
Dibalik
keberhasilannya ini Sultan Muhammad Al Fateh sangat merendah diri. Begitu
berhasil masuk Konstantinopel beliau langsung sujud syukur. Bagimanakah
ketaqwaan Sultan Muhammad Al Fateh dan seluruh tentaranya? Cerita di bawah ini
menggambarkan bagaimana kualitas diri mereka.
Ketika hendak
shalat Jum’at pertama di Konstantinopel, timbul pertanyaan : Siapa yang layak
menjadi imam? Sultan Muhammad Al Fateh meminta seluruh tentaranya bangun dan
bertanya : “Siapa diantara kalian yang sejak balighnya sampai saat ini pernah
meninggalkan shalat fardhu silakan duduk!”.
Tidak ada seorangpun yang duduk. Ini berarti tidak ada seorangpun
diantara mereka yang sejak balighnya sampai saat itu pernah meninggalkan shalat
fardhu.
Muhammad Al
Fateh berkata lagi : “Siapa diantara kalian yang sejak balighnya sampai saat
ini pernah meninggalkan shalat sunat Rawatib silakan duduk!”. Sebagian tentaranya masih tetap berdiri dan
sebagian duduk. Jadi diantara tentara Muhammad Al Fateh banyak yang sejak
balighnya sampai saat ini tidak pernah meninggalkan shalat fardhu dan shalat
Rawatib.
Muhammad Al
Fateh berkata lagi : “Siapa diantara kalian yang sejak balighnya sampai saat
ini pernah meninggalkan shalat sunat Tahajud di malam hari silakan
duduk!”. Pada saat itu seluruh
tentaranya duduk, kecuali Sultan Muhammad Al Fateh sendiri. Jadi hanya Muhammad
Al Fateh lah yang sejak balighnya sampai saat itu tidak pernah meninggalkan
shalat fardhu, sunat Rawatib dan tahajud. Patutlah beliau dibantu oleh Allah
SWT di atas kesungguhannya ini. Inilah hasil didikan syeikh tarekat Syamsudin
Al wali. Dan dialah Sultan yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW untuk
menaklukan Konstantinopel, ibukota kerajaan Romawi yang merupakan super power
di masa itu.
6. Ulugh Beg, Astronom dan Pakar Matematika dari
Samarkand
Ulugh Beg
mungkin satu-satunya ilmuwan Islam yang pernah menjadi kepala negara di suatu
daerah di Khurasan. Pada masa pemerintahannya, ia tidak hanya tertarik dan
melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang astronomi dan metematika,
tetapi juga mendorong perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Tidak hanya
memberi perhatian secara formal, tetapi juga dengan menyediakan fasilitas,
sarana dan prasarana fisik.
Beliau
dilahirkan di Soltamiya pada tahun 1394 dan meninggal pada tahun 1449 di
samarkand, Uzbekistan. Ia adalah cucu Timur Leng yang disebut sebagai penakluk
Asia.
Dia
diamanahkan ayahnya untuk menjadi raja di daerah Samarkand, Uzbekistan. Sesuai
dengan minatnya yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan, dia bangun kota
tersebut menjadi sebuah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan muslim. Sampai
sekarang bangunan-bangunan dan monumen-monumen peninggalan Ulugh Beg dapat kita
lihat di kota Samarkand. Di sanalah ia menulis lirik-lirik syair, buku-buku
sejarah dan mengkaji Qur'an. Meskipun
demikian, astronomi dan matematika merupakan bidang utama yang sangat menarik
perhatiannya. Ia turun tangan secara langsung melakukan kajian dan pengamatan
tentang bintang-bintang.
Pada
tahun 1420 ia membangun sebuah observatorium di Samarkand untuk mengobservasi
planet-planet dan bintang bintang. Observatorium itu sangat sederhana dan
masih dapat kita lihat sampai sekarang ini. Di observatorium inilah Ulugh Beg
dan timnya mewujudkan cinta mereka pada Tuhan dengan sungguh-sungguh bekerja
dan beribadah, sehingga mereka mendapat bantuan Tuhan. Memang Tuhan berjanji
akan membantu hamba-hambaNya yang bertaqwa. Dari hasil observasi itu mereka
menyiapkan tabel-tabel astronomi matahari, bulan dan planet-planet lain yang
telah diamati dengan tingkat kecermatan tinggi, yang akurasinya tidak terlalu
jauh berbeda dengan hasil pengamatan astronom modern yang menggunakan berbagai
teleskop yang canggih.
Dari
hasil pengamatan dan perhitungannya ia dan timnya juga mengoreksi perhitungan
yang pernah diperbuat astronom-astronom Romawi seperti Ptolemeus. Hasil-hasil
observasi mereka terhimpun antara lain dalam kitab "Zij-i-
Djadid-i Sultani". Selain itu masih banyak kitab-kitab lain yang mereka
tulis dalam bahasa Arab. Beberapa hasil karya mereka diterjemahkan oleh
astronom-astronom Inggris dan Perancis beberapa ratus tahun kemudian. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil observasi dan perhitungan mereka sangat canggih untuk
ukuran zaman itu sehingga datanya masih sangat berguna ratusan tahun kemudian.
Bangunan
observatorium Ulugh Beg di Samarkand berwujud sebagai peralatan raksasa
yang dirancang sedemikian rupa urituk mengamati bintang-bintang di satu lokasi
yang tetap di cakrawala. Interiornya berupa sebuah terowongan batu yang cukup
lebar dan panjang di mana pangkalnya berada di bawah tanah dan berujung pada
alam terbuka beratapkan langit. Di dalamnya dilengkapi dengan 2 jeruji batu yang ditempatkan pada posisi
tepat sehingga niemberi hasil yang maksimal dalam menghitung ketinggian jarak
bintang-bintang yang diamati secara cermat.
Observatorium Ulugh Beg di Samarkand yang dibangun
atas dasar ilmu ilham yang dianugerahkan Tuhan terbukti sangat canggih untuk
ukuran zaman itu, sehingga peralatan seperti ini masih ditiru dan digunakan
oleh astronom-astronom Eropa lebih 100 tahun kemudian, diantaranya
observatorium Uraniborg (1576) dan observatorium Stierneborg (1584). Tidak
hanya dari segi penampilan fisik dan arsitekturnya yang mencontohi
observatorium Ulugh Beg melainkan juga dari sisi kualitas dan kuantitas
peralatan dan bahkan sampai manajemen operasinya. Sampai abad ke 18 observatorium Ulugh Beg
masih merupakan satu institusi yang dihormati oleh pakar astronomi dunia.
Demikianlah ilmu dan teknologi yang canggih yang Allah anugerahkan kepada
hamba-hambaNya yang bersungguh-sungguh mengusahakan taqwa.
Sumber :
Buku : "Membangun Sains & Teknologi Menurut Islam", Dr. Ing. Abdurrahman R Effendi dan Dr. Ing. Gina Puspita, Kualalumpur, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar