MUHAMAD
HAIDAR
252110050
Abbas Ibnu Firnas
Saintis Islam, Perintis Teknologi Penerbangan
Di dunia, nama
Sir George Cayley, Otto Lilienthal, Santos-Dumont, dan Wright Bersaudara,
dikenal berjasa merintis dunia penerbangan hingga menjelma menjadi industri
modern seperti sekarang ini. Tapi, perintis sesungguhnya adalah ilmuwan Muslim
Abbas Ibnu Firnas.
Dari berbagai
manuskrip kuno, Abbas Ibnu Firnas tercatat sebagai orang pertama yang melakukan
pendekatan sains dalam mempelajari proses terbang. Ibnu Firnas pun layak
disebut sebagai manusia pertama yang terbang, ribuan tahun sebelum Wright
Bersaudara berhasil melakukannya.
Sebenarnya,
ilmuwan bernama panjang Abbas Qasim Ibnu Firnas ini lebih dikenal dengan nama
Armen Firman di kalangan Barat. Dia dilahirkan pada 810 Masehi di Izn-Rand
Onda, Al-Andalus (kini Ronda, Spanyol). Berkat otaknya yang brilian, dia
dikenal juga sebagai ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Selain seorang ahli
kimia, ia juga seorang humanis, penemu, musisi, ahli ilmu alam, penulis puisi,
dan seorang pegiat teknologi.
Pria keturunan Maroko
ini hidup pada saat pemerintahan Khalifah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Pada
tahun 852, di bawah pemerintahan Khalifah Abdul Rahman II, saat itu Spanyol
tercatat 800 tahun dalam naungan Islam. Bahkan, pada masa Abdurrahman III
(912-1031), Andalusia dan ibu kotanya Cordoba mengalami kemajuan yang sangat
pesat dalam berbagai bidang, sampai pada puncak kejayaannya.
Parasut pertama
Ilmu pengetahuan berkembang pesat karena sang sultan berhasil menggali sumber daya manusia dan ekonomi tanah Spanyol. Sehingga, menghasilkan kekayaan yang berlimpah ruah pada saat Eropa masih mengalami kegelapan.
Ilmu pengetahuan berkembang pesat karena sang sultan berhasil menggali sumber daya manusia dan ekonomi tanah Spanyol. Sehingga, menghasilkan kekayaan yang berlimpah ruah pada saat Eropa masih mengalami kegelapan.
Pada saat
bersamaan, Ibnu Firnas memutuskan untuk melakukan uji coba terbang dari menara
Masjid Mezquita di Cordoba. Untuk mewujudkan idenya, dia menggunakan semacam
sayap dari jubah yang disangga kayu. Sayap buatan itu ternyata membuatnya
melayang sebentar di udara dan memperlambat jatuhnya. Ia pun berhasil mendarat
walau dengan cedera ringan. Alat yang digunakan Ibnu Firnas inilah yang
kemudian dikenal sebagai parasut pertama di dunia.
Keberhasilannya
itu tak lantas membuatnya berpuas diri. Dia kembali melakukan serangkaian
penelitian dan pengembangan konsep serta teori yang ia adopsi dari
gejala-gejala alam yang kerap diperhatikannya.
Pada tahun 875,
saat usianya mencapai 65 tahun, Ibnu Firnas merancang dan membuat sebuah mesin
terbang yang mampu membawa manusia. Setelah versi finalnya berhasil dibuat, ia
sengaja mengundang orang-orang Cordoba untuk turut menyaksikan penerbangan
bersejarahnya di Jabal Al-’Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat
Cordoba.
Penerbangan yang
disaksikan secara luas oleh masyarakat itu terbilang sangat sukses. Sayangnya,
karena cara meluncur yang kurang baik, Ibnu Firnas terempas ke tanah bersama
pesawat layang buatannya. Dia pun mengalami cedera punggung yang sangat parah.
Cederanya inilah yang membuat Ibnu Firnas tak berdaya untuk melakukan uji coba
berikutnya.
Kecelakaan itu
terjadi karena Ibnu Firnas lalai memerhatikan bagaimana burung menggunakan ekor
mereka untuk mendarat. Dia pun lupa untuk menambahkan ekor pada model pesawat
layang buatannya. Kelalaiannya inilah yang mengakibatkan dia gagal mendaratkan
pesawat ciptaannya dengan sempurna.
Mu’min Ibnu
Said, seorang penyair yang hidup sezaman dengan Firnas, mencatat aksi Firnas
dengan kata-katanya: “Firnas terbang lebih cepat daripada burung phoenix,
ketika ia mengenakan bulu-bulu di badannya seperti burung manyar.”
Setelah cedera berat
Cedera punggung yang tak kunjung sembuh justru mengantarkan Ibnu Firnas pada proyek-proyek penelitian di laboratorium. Seperti biasanya, ia meneliti gejala-gejala alam. Di antaranya mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat, menentukan tabel-tabel astronomis, dan merancang jam air yang disebut Al-Maqata.
Setelah cedera berat
Cedera punggung yang tak kunjung sembuh justru mengantarkan Ibnu Firnas pada proyek-proyek penelitian di laboratorium. Seperti biasanya, ia meneliti gejala-gejala alam. Di antaranya mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat, menentukan tabel-tabel astronomis, dan merancang jam air yang disebut Al-Maqata.
Ibnu Firnas pun
berhasil mengembangkan formula untuk membuat gelas dari pasir. Juga
mengembangkan peraga rantai cincin yang digunakan untuk memperlihatkan
pergerakan planet-planet dan bintang-bintang.
Hasil karyanya
menjadi patron dunia ilmu pengetahuan alam, sebuah puncak raihan ilmu untuk
menelusuri angkasa luar yang menandai kegemilangan zaman al-Andalus. Dari
dasar-dasar gravitasi bumi ini, Ibnu Firnas sudah menentukan dasar-dasar bagi
pembuatan pesawat angkasa. Bahkan, dia jauh lebih canggih dari imajinasi
Leonardo da Vinci tentang planetarium pada enam abad setelahnya.
Yang tak kalah
menariknya, Firnas berhasil mengembangkan proses pemotongan batu kristal yang
pada saat itu hanya orang-orang Mesir yang mampu melakukannya. Berkat
penemuannya ini, Spanyol saat itu tidak perlu lagi mengekspor batu kuarsa ke
Mesir, tapi bisa diselesaikan sendiri di dalam negeri.
Salah satu
penemuannya yang terbilang amat penting adalah pembuatan kaca silika serta kaca
murni tak berwarna. Ibnu Firnas juga dikenal sebagai ilmuwan pertama yang memproduksi
kaca dari pasir dan batu-batuan. Kejernihan kaca atau gelas yang diciptakannya
itu mengundang decak kagum penyair Arab, Al-Buhturi (820 M-897 M).
Inovasi Menuju
Dunia Penerbangan
Abbas Ibnu
Firnas wafat pada tahun 888 dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera punggung
yang diderita akibat kegagalan melakukan uji coba pesawat layang buatannya.
Walaupun percobaan terbangnya belum sempurna, namun gagasan inovatif Ibnu
Firnas kemudian dipelajari Roger Bacon, 500 tahun setelah Firnas meletakkan teori-teori
dasar pesawat terbangnya. Kemudian, sekitar 200 tahun setelah Bacon (700 tahun
pascauji coba Ibnu Firnas), barulah konsep dan teori pesawat terbang modern
dikembangkan.
Setelah Ibnu
Firnas, percobaan di dunia penerbangan dilakukan pada tahun 1003 oleh Farabi
Ismail al-Jauhari, seorang guru asal Iran yang menyukai tata bahasa Arab.
Al-Jauhari menggunakan pesawat terbang tak di kenal yang diluncurkannya dari
atas atap masjid tua Nishabur di Khurasan, Turkistan.
Pada tahun 1162,
saat berkecamuk Perang Salib, para tentara Muslim sudah menggunakan pesawat
terbang untuk melakukan serangan. Para Saracen (Muslim zaman Perang Salib)
berdiri di atas Hippodrome Constantinople dengan sebuah peralatan terbang
seperti jubah. Marcopolo dalam sebuah perjalanannya mencatatnya sebagai aksi
terbang layang di Asia Timur.
Bagi Marcopolo,
itu sebuah aksi yang misterius yang teka-tekinya tidak terungkap. Hingga pada
abad 16, Leonardo Da Vinci mencoba memecahkan teka-teki pesawat terbang yang
diperkenalkan Ibnu Firnas. Da Vinci merasa terkunci dengan misteri
burung-burung hingga jenius Italia itu melakukan pembedahan terhadap unggas
yang menghasilkan rancangan mesin terbang yang diikatkan di punggung seorang
laki-laki.
Setelah Da
Vinci, percobaan penerbangan yang lebih modern berhasil dilakukan oleh Hezarfen
Ahmed Celebi, pilot Turki paling terkenal pada masa Khalifah Usmani di bawah
pemerintahan Sultan Murad IV. Diilhami rancangan Da Vinci, dengan mengoreksi
beberapa bagian dan sistem keseimbangannya, Hezarfen bereksperimen pada burung
rajawali. Setelah melakukan sembilan kali percobaan, Hezarfen menemukan formula
yang cocok untuk sayap pesawatnya. Pada tahun 1638, dengan ketinggian 183 kaki
dari Galata Tower di dekat Bosporus Istanbul, Turki, Hezarfen melakukan uji
coba penerbangan.
Dia terbang
melintasi Uskudar, lalu berbelok ke Bosporus. Hezarfen mendarat mulus di sebuah
tempat di Borporus. Peristiwa ini direkam oleh penulis perempuan Evliya Celebi
dalam bukunya Seyahatname (Catatan Perjalanan). Prototipe pesawat Hezarfen inilah
yang 200 tahun kemudian menjadi bahan percobaan di tempat lain oleh Wright
Bersaudara pada Desember 1903.
Meski dunia
penerbangan telah melampaui khayalan Abbas Ibnu Firnas, sosoknya tetap terpatri
di kalangan Muslim. Parasnya kini hanya bisa ditemui tercetak di atas sebuah
perangko buatan Libya. Tubuhnya tercetak pada kegagahan patung dan nama
lapangan terbang di Kota Baghdad, Irak. Namanya juga diabadikan sebagai salah
satu sebutan untuk kawah permukaan di Bulan. Namun, pemikirannya tetap mengilhami
dunia sains modern.
Assalamualaikum. Macam mana ya saya nak follow blog ini. Terima kasih :)
BalasHapus