IBNU AL HAITHAM
Pakar Fisika Optik yang Jenius
AHMAD ZAKIYUN NUFUS
(252100003)
Sejarah mencatat salahsatu peletak dasar ilmu fisika optik adalah
sarjana Islam Ibnu-al-Haitham atau yang dikenal dibarat dengan sebutan Alhazen,
Avennathan atau Avenetan. Ilmuwan besar yang punya nama lengkap Abu Ali
al-Hasan Ibnu al Haitham al-Basri al-Misri ini lahir di Basrah, Irak pada 965
M. Mengecap pendidikan di Basrah dan Baghdad, penguasaan matematikanya oleh Maz
Mayerhof, seorang sejarawan dianggap mengungguli Eucildes dan Ptolemeous.
Setelah selesai di kedua kota itu,
Ibnu Haitham meneruskan pendidikannya di Mesir dan bekerja dibawah pemerintahan
Khalifah al-Hakim (996-1020 M) dari Daulah Fatimiyah. Ia pun mengunjungi
Spanyol untuk melengkapi beberapa karya ilmiahnya. Seperti sarjana Islam
lainnya, Ibnu Haitham atau Alhazen tidak hanya mengiasai fisika, ilmu optik,
namun juga filsafat, matematika, dan obat-obatan atau farmakologi. Tidak kurang
dari 200 karya ilmiah mengenai berbagai bidang itu dihasilkan Ibnu Haitham sepanjang
hidupnya.
Karya utamanya tentang optik, yang
mana naskah aslinya dalam bahasa Arab telah hilang, namun terjemahannya dalam
bahasa latin masih ditemukan. Ibnu Haitham mengoraksi konsep Ptomeus dan
Euclides tentang penglihatan. Menurut kedua ilmuwan Yunani itu dijelaskan bahwa
mata mengirimkanberkas-berkas cahaya visual ke objek penghilatan sehingga
sebuah benda dapat terlihat. Sebaliknya, menurut Ibnu Haitham, retinalah pusat
penglihatan dan benda bisa terlihat karena memantulkan cahaya pada retina
dibawa ke otak melalui saraf-saraf optik.
Kepandaian matematis dari Ibnu
Haitham terbukti ketika ia dengan sangat akurat menghitung ketinggian atmosfer
bunmi yaitu 58,5 mil. Dalam karyanya Mizanul Hikmah, Ibnu Haitham banyak
mengurai tentang masalah atmosfer ini, terutama berkaitan hubungan ketinggian
atmosfer dengan meningkatnya kepadatan udara. Secara eksperimental, ia berhasil
menguji berat benda meningkat dalam proporsinya pada kepadatan atmosfer yang bertambah.
Ia juga membicarakan masalah yang
berhubungan dengan pusat daya tarik bumi. Jauh sebelum Newton membahas
masalah gravitasi, Ibnu Haitham telah membahasnya dan menjadikan pengetahuan
tentang gravitasi itu untuk penyelidikan tentang keseimbangan dan alat-alat
timbangan. Dalam kaitan itu pula, beliau mengurai dengan jelas hubungan antara
daya tarik bumi dengan pusat suspensi. Penjelasannya mengenai hubungan antara
kecepatan, ruang dan saat jatuhnya benda-benda diyakini menjadi ilham bagi
Newton untuk mengembangkan teori gravitasi.
Selain masalah cahaya dan atmosfer,
Ibnu Haitham juga banyak melakukan eksperimen mengenai camera obscura
atau metode kamar gelap, gerak rektilinear cahaya, sifat bayangan, penggunaan
lensa, dan beberapa fenomena optikal lainnya. Metode kamar gelap atau camera
obscura dilakukan beliau saat gerhana bulan terjadi. Ketika itu beliau mengintip
citra matahari yang setengah bulat pada sebuah dinding yang berhadapan dengan
sebuah lubang kecil yang dibuat pada tirai penutup jendela.
Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu
Haitham membuat sendiri lensa dan cermin cekung melalui mesin bubut yang
dimilikinya. Eksperimennya yang tergolong berhasil saat beliau menemukan titik
fokus sebagai tempat pembakaran terbaik. Saat itu, beliau berhasil mengawinkan
cermin-cermin bulat dan parabola. Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada
sebuah titik fokus sehingga menjadi titik bakar.
Buku beliau tentang optik, Kitab
al-Manazir diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh F. Risner dan
diterbitkan di Basle pada 1572 M. Karyanya ini bersama karya-karya optik
lainnya sangat mempengaruhi ilmuwan abad pertengahan seperti Roger Bacon,
Johannes Keppler, dan Pol Witello. Diyakini, banyak karya-karya monumental dari
mereka diilhami dari hasil eksperimen yang dilakukan Alhazer atau Ibnu Haitham.
Menurut Philip K. Hitti,
tulisan-tulisannya mengenai berbagai persoalan optik membuka jalan bagi para
peneliti optik Barat di kemudian hari mengembangkan disiplin ilmu ini secara
lebih luas. Semua kerya-karya itu diterjemahkan kedalam bahasa Eropa, termasuk
Rusia dan Ibrani. Sejarawan terkemuka Amerika, George Sarton mengumpulkan
karya-karya Ibnu Haitham dalam bukunya Introduction to Study of Science
yang menajdi bacaan wajib bagi mereka yang mencintai ilmu. (R. A. Gunadi, 2002)
Penemuan Ibnu Haitham di bidang
teknologi khususnya dalam bidang optik ini mengingatkan masyarakat muslim
sekarang bahwa orang muslim sejatinya adalah orang-orang yang sangan pintar.
Tapi kenapa pada saat ini orang muslim seakan tertinggal dari orang non muslim,
padahal yang menemukan alat-alat atau teori-teori yang sekarang dipakai pedoman
bagi orang-orang non muslim sendi dulunya adalah teori orang-orang muslim,
sperti Ibnu Haitham yang sedang dibahas sekarang ini.
Karena penemuan ini, nama Ibnu
Haitham diletakkan di Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Sultan
Agung Semarang (Unissula). Salah satu alasannya karena Ibnu Haitham adalah
orang muslim yang sangat memberi kontribusi terhadapa dunia teknologi. Terlebih
karena Unissula sendiri sedang merintis untuk menjadi kampus peradaban dan The
First Islamic Cyber University, sehingga setiap gedung yang berada di
Unissula diberikan nama cendekiawan muslim pada masa dahulu yang tentunya
memberikan kontribusi bagi kemajuan ummat.
DAFTAR PUSTAKA
R. A. Gunadi, M. S. (2002). Dari Penakluk
Jerussalem Hingga Angka Nol. Jakarta: Republika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar