Kamis, 26 Juli 2012

Biografi ulama-ulama islam

Biografi ulama-ulama islam

Era Fitriana                            
(252100006)


PENDAHULUAN
 Ulama (علماء) ditransliterasikan sebagai 'Ulama' adalah seorang pemuka atau pemimpin agama yang bertugas untuk membimbing dan memandu umat Islam baik dalam masalah - masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan, sosial, maupun kemasyarakatan.
Ulama berasal dari kata alim yang berarti seseorang yang tinggi ilmu pengetahuan terutama tentang urusan agama dan mengamalkan ilmu yang dipelajari. Seorang yang alim juga dilihat dari sudut pakaian dan kehidupan luarnya. Seorang ustadz ataupun guru selalu dilabeli sebagai alim karena mereka memiliki ilmu ukhrawi dibandingkan ilmu duniawi. Seperti Mufti, qadi, faqih dan muhaddith adalah contoh ulama.
Ulama juga mengacu pada orang-orang yang memiliki pendidikan sarjana hukum Islam yang bergerak di beberapa bidang studi Islam. Mereka dikenal sebagai penengah hukum syariah. Sementara ulama berpengalaman dalam bidang hukum fiqh (yurisprudensi) menjadi pengacara Islam, beberapa dari mereka juga mengkhususkan diri di bidang lain, seperti hadits atau tafsir.
Dalam arti yang lebih luas, istilah ulama digunakan untuk menggambarkan seorang Muslim yang telah menyelesaikan beberapa tahun pelatihan dan studi ilmu Islam, seperti seorang mufti, kadi, faqih, atau Muhaddith. Beberapa Muslim Termasuk dalam istilah ini para mullah dan imam, yang telah mencapai hierarki terendah hanya di tangga ilmu pengetahuan Islam; Muslim lainnya akan mengatakan bahwa ulama harus memenuhi standar yang lebih tinggi untuk dipertimbangkan ulama.
Untuk mengenal dan mengabadikan jasa dan ijtihad para ulama terdahulu, UNISSULA memakai nama-nama ulama tersebut pada nama gedung- gedung / fakultas-fakultas yang ada di kampus UNISSULA. Sekilas saya bahas biografi para Ulama yang di pakai sebagai nama gedung atau fakultas yang ada di UNISSULA.




1.      IBN KHALDUN


A.     Riwayat Hidup
Nama Ibn Khaldun adalah Abu Zaid ‘Abd ar-Rahman Ibn Muhammad Ibn Khaldun wali al-Din al-Tunisi al-Hudrami lahir di Tunis pada tanggal 1 Ramadhan 732 H (7 mei 1332 M). Ibn Khaldun wafat di Kairo pada tanggal 17 Maret 1406. Menurut Abdul Wahid Wafi secara garis besar masa hidup bisa dibagi menjadi empat periode, yaitu:
Pertama, adalah masa kelahiran dan masa studinya di Tunis dimulai dari tahun 732-751 H (1332-1351 M) atau kurang lebih selama dua puluh tahun.
Kedua, adalah waktu Ibn Khaldun bertugas di pemerintahan dan terjun kedunia politik, selama kurang lebih dua puluh lima tahun, dari tahun 751 H hingga tahun 776 H atau antara tahun 1351-1382 M.
 Ketiga adalah masa mengarang kitab al-’Ibar yang dimulai sewaktu Ibn Khaldun pindah ke Mesir 1382 M atau 776 H selama delapan tahun. Empat tahun pertama dijalaninya di Benteng Ibn Salamah antara tahun 1382-1386 M dan empat tahun sisanya yaitu antara tahun 1386-1390 M di Tunisia.
Keempat adalah saat memberi kuliah dan memimpin pengadilan tinggi Mazhab Maliki di Mesir mulai tahun 784-808 H (1390-1404 M). Masa ini berlangsung kira-kira dua puluh empat tahun sampai meninggalnya Ibn Khaldun di Mesir tahun 810 H (1406 M).
Pada masa kecil, pendidikan yang diperoleh Ibn Khaldun di antaranya adalah pelajaran agama, bahasa, logika dan filsafat. Di antara guru-guru Ibn Khaldun adalah Muhammad bin Sa`ad Burral al-Ansari, Muhammad bin Abdissalam. Dari catatannya dua di antara guru-guru yang besar pengaruhnya terhadap pembentukan dan pendalaman Ilmu syari`at, Ilmu Bahasa dan Filsafat adalah Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadrami dan Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim al-Abilli yang disebut Ibn Khaldun sebagai syekh Ilmu-ilmu Rasional. Selain itu, Ibn Khaldun dalam kitabnya al-Ta’rif menyebutkan beberapa buku yang pernah dipelajariya waktu kecil. Di antara buku-buku tersebut adalah ’al-Lamiya fi al-Qira’at dan al-Ra`iyah fi Rasmi al-Mushaf karangan al-Syatibi, kemudian al-Tasil Fi ’Ilmi li al-Nahwi karangan Abu Faraj al-Asfahani, al-Muallaqat, Kitabul Hammasah Li al-A`lam sebuah ontologi puisi karangan Abu Tamam dan al-Muttanabi. Selain itu, Ibn Khaldun juga mempelajari sebagian besar kitab hadits terutama Sahih Muslim dan Muwattha’ karya Imam Maliki, at-Taqdi li Ahaditsi al-Muata’ karangan Ibn Abdi al-Barr, Ulumul al-Hadits karangan Ibni al-Salah, Kitabu al-Tahzib karangan al-Burda’i, juga Muhktasaru al-Mudawwanah karangan Suhnun yang membahas fiqih mazhab Maliki, Mukhtasaru al-Nil al-Hajib tentang Fiqih dan Ushul Fiqh; serta as-Sirru karangan Ibn Ishak.

B.    Karya-karya Ibn Khaldun
1.    Al-Muqaddimah Lil ’alamah Ibn Khaldun
2.    Kitab al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa Man Asarahum min Zawi al-Sultan al-Akbar.

C.   Corak Pemikiran Ibn Khaldun
Karakter pemikiran Ibn Khaldun mengalami percampuran yang unik yaitu antara dua tokoh yang saling bertolak belakang, al-Gazali dan Ibn Rusyd. Ibn Rusyd adalah pengikut Aristoteles yang setia, sedangkan al-Gazali adalah penentang filsafat Aristoteles yang gigih. Kesamaan antara Ibn Khaldun dan al-Gazali tersebut antara lain nampak dalam hal peran dan batas akal dalam kemampuanya untuk menganalisa kenyataan, kepercayaan pada logika sebagai alat berpikir yang valid, penolakan adanya hukum kausalitas sekunder karena bertentangan dengan dalil agama dan membuang jauh-jauh penalaran neo-platonik dan teori emanasi. Disamping itu juga patut dikemukakan bahwa Ibn Khaldun sangat dipengaruhi oleh gagasan Ibn Sina (980-1037 M). Melalui gagasan Fakhr al-Din al-Razi dalam hal kritik dan reaksi yang diberikan terhadap gagasan emanasi dan ketidakmamapuan Tuhan untuk mengetahui hal-hal yang partikular serta pandangan platonik mengenai pengetahuan sebagai pengingatan kembali.


2.      AL-GHAZALI

A.      Riwayat Hidup Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad Al-ghazali lahir pada tahun 1059 M di Ghazaleh suatu kota kecil yang terletak didekat Thus di Khusaran (Iran), ia berbelar hujjarui islam, sebutan al-Ghazali diambil dari kata-kata “Ghazalah” yakni nama kampung kelahiran al-Ghazali, sebutan tersebut kadang-kadang diucapkan dengan “Al-Ghazzali”. Istilah ini berakal kata pada “Ghazal” yang artinya tukang printak benang sebab pekerjaan ayah al-Ghazali adalah memintal benang wool.
Tokoh terbesar dalam sejarah reksi islam Neo-Platonisme adalah al-Ghazali seorang ahli Hukum, teolog, filosof, dan sufi, dilahirkan di Thus (khusaran) pada tahun 1059,  pertama-tama al-Ghazali memutuskan perhatiannya pada ajaran yuris prudensi (fiqh) dengan salah seorang Radzkani, kemudian berpindah kejurjan dimana ia meneruskan studinya dengan Abu al-Qasim al-Isma’ili. Meskipun begitu, gurunya yang paling besar adalah al-Juwayni, seorang teolog Asy’ariyah yang termukakan saat itu. Al-Juwayni memprakasai muridnya yang brilian ini kedalam studi kalam, filsafat dan logika, perkenalannya dengan teori dan praktek miskitisme adalah berkat jasa al-farmatzi (W. 1084). Seorang sufi terkemuka saat itu.
B.    Karya-karya dan pandangan kefilsafannya
Sebagai seorang ilmuan, al-Ghazali berhasil menyusun buku-buku Tahafutul Falasifah, al-Munqizminadi Dialal, Ihya Ulumuddin, manthik, faqih, tafsir, akhlak, adat persoalan.
Buku al-Muqidz Minadh dholal  (penyelamat dan kesesatan), berisi sejarah perkembangan alam pikirannya dan mencerminkan sikapnya yang terakhir terhadap beberapa macam ilmu, serta jalan untuk mencapai Tuhan.

3.      IMAM SYAFI’I
A.    Riwayat Hidup
Hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum islam.
Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan bid’ah yang sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut sesuai denngan prinsip-prinsip al-Qur’an dan sunnah dan sebaliknya. Dalam soal taklid beliau selalu memberikan perhatian kepada murid-muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid-muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya. Sebaliknya malah menyuruh bersikap kritis dan berhati-hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana unngkapan beliau “inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut”.

A.    Diantara karya-karya imam syafei adalah :
1.      Ar-Risalah
2.      Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya
3.      Al Musnad yang berisi tentang hadist-hadist Rasulullah yang dihimpun dalam kitab Al Umm serta ikhtilaf al-Hadist.


4.      AL-BIRUNI (ABU RAYHAN AL-BIRUNI)


A.    Riwayat Hidup
            Abu rayhan Muhammed Ibnu Ahmad Al-Biruni terlahir menjelang terbit fajar pada 04  September  973 M di Kath (Kiva sekarang). Sebuah kota di sekitar wilayah aliran sungai Oxus, Khwarizm (Uzbekistan). Masa kecilnya tidak banyak diketahui. Al-biruni dalam biografinya mengaku sama sekali tidak mengenal ayahnya dan hanya sedikit mengenal kakeknya.
            Selain menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-biruni juga fasih dengan sederet bahasa seperti Arab, Turki, Persia, Sansekerta, Yahudi dan Suriah. Semasa muda dia menimba ilmu matematika dan astronomi dari Abu Nasir Mansur.
            Menginjak usia 20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya dibidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, Imuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.
            Al-Biruni tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20 tahun, Dinasti Khwarizmi digullingkan oleh Emir Ma’mun Ibnu Muhammad dari Gurgan. Saat itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu Mansur.
            Pada 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia. Dia tinggal di wilayah itu selama beberapa tahun. Selama tinggal di gurgan, Al-Biruni menyeleseikan salah satu karyanya The Chronology of Ancient Nations. Sekira 11 tahun kemudian, dia kembali ke Khwarizmi.
            Sekembalinya dari Gurgan, Al-Biruni menduduki jabatan terhormat sebagai pensihat sekaligus pejabat istana bagi pengganti Emir Ma’mun. pada 1017, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian anak kedu Emir Ma’mun akibat pemberontakan. Khwarizmi pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada 1017. Mahmud lalu membawa para pejabat istana Khwarizmi untuk memperkuat kerajaanya yang bermarkas di Ghazna, afganistan. Al-Biruni adalah seorang Ilmuwan dan pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dikter, Ibnu Khammar.
            Untuk meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para sarjana dan ilmuwan ke istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaanya. Ibnu Sina sempat menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar dating dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.
            Meski Mahmud terkesan memaksa. Al-Biruni menikmati keberadaanya di Ghazna, Di Istana, dia dihormati dan dengan leluasa dapat mengembangkan pengetahuan yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog istana bagi Mahmud dan penggantinya.

            Pada 1017 hingga 1030, Al-Biruni berkesempatan melancong ke India. Selama 13 tahun, dia mengkaji seluk-beluk India hingga melahirkan apa yang disebut Indologi atau studi tentang India. Di negeri Hindustan itu dia mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan, keyakinan atau kepercayaan yang dianut masyarakat di subbenua India.

            Selama hidupnya, Al-Biruni menghasilkan karya besar dalam bidang Astronomi lewat Masudic Canon yang didedikasikan kepada putra Mahmud, yaitu Ma’sud. Atas karyanya itu, Ma’sud menghadiahkan seekor gajah bermuatan penuh dengan perak. Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang ditermanya itu ke kas Negara. Sebagai bentuk penghargaan, Ma’sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pension yang dapat membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan.

            Al-Biruni lalu menulis buku astrologi, yaitu The Elements of Astrology. Selain itu, sang ilmuwan itupun menulis sederet karya dalam kedokteran, geografi, serta fisika.

            Al-Biruni telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasikan table Astronomi untuk Sultan Ma’sud, “Papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang Astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary sphere. Dia bahkan mengatakan bahwa bentuk bumi adalah bulat.

            Al-Biruni tercatat sebgai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan fenomena astronomi. Dia menduga galaksi bima sakti adalah kumpulan sejumlah bingtang. Pada 1031 dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang, Al-Qanun Al Mas’udi. Selain itu, Al-Biruni merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan satrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. dia juga menghasilkan berbagai karya penting dalam bidang astrologi.

            Dalam ilmu bumi, Al-Biruni menghasilkan sejumlah sumbangan penting sehingga dia dinobatkan sebagai “Bapak Geodesi”. Dia juga memberi kontribusi signifikan katografi, geologi,geografi dan mineralogy. Kartografi adalah ilmu membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah setudi tentang proyeksi pembuatan peta.
            Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khwarizmi dengan menggunakan ketinggian matahari. “kontribusi penting dalam bidang geodesi dan geografi telah disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memeperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,” papar John J. O’Connor dan Edmund F. Robertson dalam MacTutor History of Mathematics. Al-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya dia menulis tentang geologi India. Sementara itu dalam bidang mineralogy dia menulis kitab berjudul Al_Jawahir atau Book of Precious Stones yang menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasikan setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya.
            Al-Biruni telah berperan mengenalkan metode saintifik dalam setiap bidang yang dipelajarinya. Misalnya, dalam Al-Jamawir yang sangat eksperimental. Pada bidang optic, Al-Biruni bersama Ibnu Al-Haitham termasuk ilmuwan pertama yang mengkaji dan mempelajari ilmu optic. Dialah yang pertama kali menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.
            Dalam ilmu sosial, Al-Biruni didapuk sebagai antropolog pertama didunia. Dia menulis secara detail studi kompertaif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania, dan Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.
            Al-Biruni tercatat sebagai pelopor eksperimental lewat penemuan konsep reaksi waktu. Pad usia 27 tahun, dia telah menulis buku sejarah yang berjudul Chronology. sayangnya buku ini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya, Fi Tahqiq ma Li’I-Hid atau penelitian tentang India, dia membedakan metode saintifik dengan metode histories. Dia juga memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khusunya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri, dan lainnya.

            “Dia salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah manusia”. Begitulah Al-Sabra menjuluki Al-Biruni, ilmuwan muslim serba bisa dari abad ke 10M. bapak sejarah Sains Barat, George Sarton pun mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ‘Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adlaah seoarang Ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman”, cetus Sarton. Bukan tanpa alasan jika Sarton dan Serba mendapuknya sebagai ilmuwan yang agung. Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang fenimenal. Sejarah mencatat Al-Biruni sebgaia sarjana muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari seluk-beluk India dan tradisi Brahminical. Kerja kerasnya ini menobatkannya sebagai “Bapak Idiologi”.
            Di era keemasan Islam, Al-Biruni telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuwan tertua yang berhubungan dengan fifik bumi. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Biruni jugan menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains. Sejrah sains mencatat, ilmuwan yang hidup diera kekuasaan dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor metode saintifik eksperimental. Dialah ilmuwan yang bertanggunag jawab memperkenalkan metode eksperimental dalam ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebgaia seorang perintis psikologi eksperimental.
Al-Biruni merupakan saintis pertama yang menelaborasi eksperimaen yang berhubungan dengan fenomena astronomi sumbangan yang dicurahkanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tidak ternilai. Al-Biruni pun tidak hanya menguasai beragam ilmu seperti fisika, Antropologi, psikologi, kima, astrologi, sejarah, geografis, geodesi, matematika, farmasi, kedokteran dan filsafat, tetapi juga turut memberikan kontribusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang dikuasainya dengan menjadi seorang guru yang sangat dikagumi para muridnya.
            Al-Biruni wafat di usai 75 tahun pad 13 Desember 1048 di Ghazna. Untuk mengenang jasanya, pada astronom mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan

5.      IBNU HAITHAM

A.    Riwayat Hidup

            Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab:ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu Haitham (Basra,965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop..

B.     Masa ilmuwan-ilmuwan Islam

            Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur dan memundurkan. Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai pelbagai lapangan ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi bertentangan dengan hakikat sejarah yang sebenarnya.
            Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana dan ilmuwan yang cukup hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan, kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
            Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia juga memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan sebagainya. Salah seorang daripada tokoh tersebut ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham.

C.    Perjalanan hidup

            Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ibnu Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masehi. Ia memulai pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan.
            Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.
            Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seo­rang yang amat mahir dalam bidang sains, falak, mate­matik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai mata.

D.    Karya dan penelitian

Sains

            Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler mencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.
            Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
            Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila mata­hari berada di garis 19 derajat di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila mata­hari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
            Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.
            Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Hai­tham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat kita lihat pada masa kini.

Filsafat

            Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Ia turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu.
            Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya. Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.
            Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin meningkat, kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.

Karya

            Di antara buku hasil karyanya adalah :
1.      Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya;
2.      Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri;
3.      Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah tentang algebra;
4.      Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau;
5.      M.aqalah fima Tad'u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak dan
6.      Risalah fi Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.
            Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan filsafat amat banyak. Kerana itulah Ibnu Haitham dikenali sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan hingga saat ini.
            Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" oleh ilmuwan Barat tanpa memberikan penghargaan yang patut kepada beliau. Tapi sesungguhnya, barat patut berterima kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam karena tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa masih diselubungi kegelapan.
            Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi terbelenggu oleh pemikiran filsafat Yunani.
6.      LISANUDDIN AL KHATIB
            Lisan ibn al-Din al-Khatib (atau Muhammad ibn Abd Allah ibn Said bin Ali bin Ahmad al-Salmani) (1313-1374) adalah seorang penyair, penulis, sejarawan, filsuf, dokter dan politikus dari Imarah Granada. Beberapa puisinya menghiasi dinding Alhambra di Granada. The Alhambra (bahasa Arab: الحمراء, Al-Hamra ', harfiah "yang merah"), bentuk lengkap yang Calat Alhambra (القلعة ٱلحمراء, Al-Qal'at al-Hamra', "merah benteng"), adalah kompleks istana dan benteng dibangun pada pertengahan abad ke-14 oleh penguasa Moor dari Emirat Granada di Al-Andalus, menempati puncak bukit Assabica di perbatasan tenggara kota Granada di Andalusia Komunitas Otonomi .
            The Moor istana Alhambra ini dibangun untuk para emir Muslim terakhir di Spanyol dan pengadilan, mengenai dinasti Nasrid. Setelah Reconquista (penaklukan) oleh Católicos Reyes ("Katolik Monarki") pada tahun 1492, sebagian digunakan oleh para penguasa Kristen. Istana Charles V, yang dibangun oleh Charles V, Kaisar Romawi Suci pada tahun 1527, telah dimasukkan ke dalam benteng Alhambra dalam Nasrid. Setelah dibiarkan jatuh ke dalam rusak selama berabad-abad, para Alhambra "ditemukan" pada abad ke-19 oleh para sarjana Eropa dan pelancong, dengan restorasi dimulai. Sekarang salah satu atraksi wisata utama Spanyol, menunjukkan arsitektur paling penting dan terkenal Islam di negara itu, bersama-sama dengan bangunan abad ke-16 dan kemudian Kristen dan intervensi taman. Ibn al-Khatib dilahirkan di Loja, dekat Granada.
             Al-Khatib menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai wazir di istana Muhammad V, tapi diasingkan dari Granada dua kali dan tinggal selama beberapa waktu di kekaisaran Marinid di Maroko (pertama kali 1360-62 dan 1371-74 kedua kalinya di Ceuta dan Tlemcen dan Fes). Dia dibunuh di 1374, di Fes, di balas dendam permusuhan pribadi. Ia unggul sebagai seorang sejarawan dan ia menulis puisi yang sangat baik beberapa yang menempatkan musik sebagai muwashshahat. Autobiografinya yang ditulis pada 1369, yang dapat ditemukan dalam bagian dari 'al-Ihata fi Akhbar Gharnata'.
            Pada Wabah Ketika Black Death pes mencapai al-Andalus di abad ke-14, Ibn al-Khatib menulis sebuah risalah yang disebut Pada Wabah, di mana ia menyatakan : "Keberadaan penularan dibentuk oleh pengalaman, penyelidikan dan bukti dari indra dan laporan dapat dipercaya. Fakta-fakta ini merupakan argumen yang sehat. Fakta infeksi menjadi jelas kepada penyidik ​​yang memperhatikan bagaimana ia yang menetapkan kontak dengan menderita mendapat penyakit, sedangkan orang yang tidak dalam kontak tetap aman, dan bagaimana transmisi dipengaruhi melalui pakaian, kapal dan anting-anting.


7.      AL KINDI

A.    Riwayat Hidup
            Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq, adalah gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup dalam atmosfer intelektualisme yang dinamis saat itu, khususnya di Baghdad dan Kufah, yang berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan: filsafat, geometri, astronomi, kedokteran, matematika, dan sebagainya. Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai penerjemah, tetapi juga menguasai beragam disiplin ilmu lainnya, seperti kedokteran, matematika, dan astronomi.
Al-Kindi berhasil mengubah sekaligus mengembangkan beberapa istilah yang menarik perhatian para filosof sesudahnya, seperti: kata al-jirm menjadi al-jism; kata at-tawahhum (imaginasi) menjadi at-takhayyul; kata at-thīnah menjadi al-māddah; dsb.
Ketika khalifah al-Mutawakkil memerintah, mazhab resmi negara (yang sebelumnya menganut mazhab/aliran Mu’tazilah) diganti menjadi Asy’ariyah. Dua orang putra Ibnu Syakir, Muhammad dan Ahmad, mencoba menghasut al-Mutawakkil dengan mengatakan bahwa orang yang mempelajari filsafat cenderung kurang hormat pada agama. Al-Mutawakkil kemudian memerintahkan agar al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama Kindiyyah disita (meski kemudian dikembalikan). Al-Kindi meninggal pada 866 M/252H.

B. Ringkasan Pemikiran Filsafat.
Menurut al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. [dari penulis] Di dalam al-Qur`an disebutkan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [āyāt] bagi kaum yang berakal; yaitu mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk dan mereka yang ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. ). Yang benar pertama (al-Haqq al-Awwal) adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan (seperti filsafat skolastik). Bagi al-Kindi, orang yang menolak filsafat bisa dianggap kafir, karena dia telah jauh dari kebenaran, meskipun dirinya menganggap paling benar.
Jika terjadi pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama dalam al-Qur`an, mestinya ditempuh dengan jalan ta`wīl (interpretasi, kontekstualisasi, atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan). Hal ini karena dalam bahasa (termasuk bahaa Arab), terdapat dua makna: makna hakīkī (hakikat, esensi) dan makna majāzī (figuratif, metafora).

            Namun demikian, menurut al-Kindi, memang terdapat perbedaan dari segi sumber data (informasi) antara agama dan filsafat. Agama diperoleh melalui wahyu tanpa proses belajar. Sedang filsafat diperoleh melalui proses belajar (berpikir dan berkontemplasi). Sedang dari segi pendekatan dan metode, agama dilakukan dengan pendekatan keimanan, sedang filsafat dilakukan dengan pendekatan logika.
Al-Kindi juga menyinggung soal jiwa manusia. Menurutnya, jiwa tidak tersusun, substansinya adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Menurut al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya:
1) jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwāniyyah);
2) jiwa memarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah); dan
3) jiwa berakal (al-quwwah al-‘āqilah).
Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor, ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh) yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Demikian sekilas tentang al-Kindi, filosof muslim pertama yang telah berjasa memberi tansformasi intelektual bagi umat Islam dan peradaban manusia. Semoga ringkasan ini bisa memberi ‘warna lain’ bagi pencerahan intelektual dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.



8.      AR-RAZI
A.      Riwayat Hidup dan Karyanya.
Ar-Razi dilahirkan di ravy, di povinsi khusaran, dikatakan oleh beberapa ahli telah pandai memainkan harpa pada usia remajanya, dan oleh yang lain (dikatakan) telah menjadi seorang penukar uang sebelum beralih ke filsafat dan kedokteran.
Karya-karyanya adalah sebagai berikut:
a.       Sekumpulan risalah logika bekenaan dengan katagori-katagori, demostrasi, ijogage,
dengan logika, seperti yang dikatakan dalam ungkapan lama islam.
b.   Sekumpulan risalah tentang metafikasi pada umumnya.
c.   Mateni mutlak dan partikular.
d.   Plenum dan vacum, ruang dan waktu.
e.   Fisika.
f.   Bahwa dunia mempunyai pencipta yang bijaksana.
g.  Tentang keabadian dan ketidakabadian Tuhan.
h.  Sanggakan terhadap proclus.
i.   Opini fisika “plutarch” (placita philosophorum).
j.   Sebuah komentar tentang timaeus.
k.   Sebuah komentar terhadap komentar plutarch tentang timacus.
l.    Sebuah risalah yang menunjukkan bahwa benda-benda bergerak dengan sendirinya dan  bahwa gerakan itu pada hakikatnya adalah milik mereka.
m.  Obat pencahar rohani (spritual physic).
n.   Jalan filosofis.
o.   Tentang jiwa.
p.   Tentang perkataan imam yang tidak bisa salah.
q.   Sebuah sanggahan terhadap kaum mutazilah.
r.    Metafisikan menurut ajaran plato.
s.    Metafisikan menurut ajaran sokrates.

Sedangkanbukunya yang paling besar adalah “al-Hawi”. Buku tersebut merupakan sebuah ensiklopedia dan telah diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh seorang yahudi: namanya adalah Faraj Ibnu Salim. Adapun diantara karya-karyanya yang lain ialah: risalah tentang metafisika, maqhotah fi’imaaraatil al-iqbali wa al daulah, tentang kelezatan dan ilmu ketuhanan serta ilmu prinsip yang kekal.

9.      IBNU RUSYD

A.    Riwayat Hidup
            Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126 - Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198) dalam bahasa Arab ابن رشد dan dalam bahasa Latin Averroes, adalah seorang filsuf dari Spanyol (Andalusia).
            Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
            Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang memengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.

B.     Pemikiran Ibnu Rusyd

            Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
            Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd tentang akidah dan sikap keberagamaannya.

C.    Karya

·         Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
·         Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
·         Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (filsafat dalam Islam dan menolak segala paham yang bertentangan dengan filsafat)

 

10.   AZ-ZAHRAWI : THE GREAT SURGEON

            Bernama lengkap Abu al-Qasim Khalaf ibn al-'Abbas Al-Zahrawi atau dalam kedokteran barat lebih dikenal sebagai Abucasis, lahir di kota Al-Zahra, sebuah kota berjarak 9,6 km dari Cordoba, Spanyol pada tahun 936 Masehi. Ia merupakan keturunan Arab Ansar yang menetap di Spanyol. Di kota Cordoba itulah dia menimba ilmu, mengajarkan ilmu kedokteran, mengobati masyarakat, serta mengembangkan ilmu bedah bahkan hingga tutup usia.
Sebagai seorang dokter termasyhur, Al-Zahrawi pun diangkat menjadi dokter Istana pada era Kekhalifahan Al-Hakam II di Andalusia. Berbeda dengan ilmuwan Muslim kebanyakan, Al-Zahrawi tak terlalu banyak melakukan perjalanan. Ia lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk merawat korban kecelakaan serta korban perang.

            Para dokter di zamannya mengakui bahwa Al-Zahrawi adalah seorang dokter yang jenius terutama di bidang bedah. Jasanya dalam mengembangkan ilmu kedokteran sungguh sangat besar. Al- Zahrawi meninggalkan sebuah ‘harta karun’ yang tak ternilai harganya bagi ilmu kedokteran yakni berupa Kitab Al-Tasrif lî man ajaz an-il-tali I sebuah ensiklopedia kedokteran. Kitab yang terdiri dari 30 volume itu menjadi rujukan dan buku resmi sekolah kedokteran dan para dokter sera ahli bedah Eropa selama lima abad lamanya pada periode abad pertengahan hingga terciptanya era Renaissance.
Popularitas Al-Zahrawi sebagai dokter bedah yang andal menyebar hingga ke seantero Eropa. Tak heran, bila kemudian pasien dan anak muda yang ingin belajar ilmu kedokteran dari Abulcasis berdatangan dari berbagai penjuru Eropa. Menurut Will Durant, pada masa itu Cordoba menjadi tempat favorit bagi orang-orang Eropa yang ingin menjalani operasi bedah. Di puncak kejayaannya, Cordoba memiliki tak kurang 50 rumah sakit yang menawarkan pelayanan yang prima.
Kehebatan dan profesionalitas Al- Zahrawi sebagai seorang ahli bedah diakui para dokter di Eropa. “Tak diragukan lagi, Al-Zahrawi adalah kepala dari seluruh ahli bedah,”ucap Pietro Argallata. Sebagai seorang guru ilmu kedokteran, Al-Zahrawi begitu mencintai murid-muridnya. Dalam Al-Tasrif, dia mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan siswanya. Al-Zahrawi pun mengingatkan kepada para muridnya tentang pentingnya membangun hubungan yang baik dengan pasien. Menurut Al-Zahrawi, seorang dokter yang baik haruslah melayani pasiennya sebaik mungkin tanpa membedakan status sosialnya.

            Dalam menjalankan praktik kedokterannya, Al-Zahrawi menamkan pentingnya observasi tertutup dalam kasus-kasus individual. Hal itu dilakukan untuk tercapainya diagnosis yang akurat serta kemungkinan pelayanan yang terbaik. Al-Zahrawi pun selalu mengingatkan agar para dokter untuk berpegang pada norma dan kode etik kedokteran, yakni tak menggunakan profesi dokter hanya untuk meraup keuntungan materi.

            Menurut Al-Zahrawi profesi dokter bedah tak bisa dilakukan sembarang orang. Pada masa itu, dia kerap mengingatkan agar masyarakat tak melakukan operasi bedah kepada dokter atau dukun yang mengaku-ngaku memiliki keahlian operasi bedah. Hanya dokter yang memiliki keahlian dan bersertifikat saja yang boleh melakukan operasi bedah. Mungkin karena itulah di era modern ini muncul istilah dokter spesialis bedah (surgeon).

            Selama karirnya Al-Zahrawi telah menciptakan atau menemukan 26 peralatan bedah. Salah satu alat bedah yang ditemukan dan digunakan Al-Zahrawi adalah catgut untuk menjahit bagian dalam organ yang hingga kini masih digunakan.
Peralatan penting untuk bedah yang ditemukan Al-Zahrawi itu antara lain, forceps, ligature, pisau bedah (scalpel), curette, retractor, surgical spoon, sound, surgical hook, surgical rod, dan specula. Kontribusi Al- Zahrawi bagi dunia kedokteran khususnya bedah hingga kini tetap dikenang dunia. Beliau akhirnya tutup usia pada tahun 1013 M atau 404 H. Setelah semua pemaparan tadi, maka tak mengherankan jika dunia kini menyebutnya: BAPAK ILMU BEDAH MODERN.


11.  IBNU SINA

A.    Riwayat Hidup
            Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.
            Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (Persia ابوعلى سينا Abu Ali Sina atau dalam tulisan arab : أبو علي الحسين بن عبد الله بن سينا). Ibnu Sina lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran).
            Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak di antaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai "bapak kedokteran modern." George Sarton menyebut Ibnu Sina "ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).

B.     Latar Belakang

            Ibnu Sina merupakan seorang filsuf, ilmuwan, dokter dan penulis aktif yang lahir di jaman keemasan Peradaban Islam. Pada jaman tersebut ilmuwan-ilmuwan muslim banyak menerjemahkan teks ilmu pengetahuan dari Yunani, Persia dan India. Teks Yunani dari jaman Plato, sesudahnya hingga jaman Aristoteles secara intensif banyak diterjemahkan dan dikembangkan lebih maju oleh para ilmuwan Islam. Pengembangan ini terutama dilakukan oleh perguruan yang didirikan oleh Al-Kindi. Pengembangan ilmu pengetahuan di masa ini meliputi matematika, astronomi, Aljabar, Trigonometri, dan ilmu pengobatan.[1]. Pada jaman Dinasti Samayid dibagian timur Persian wilayah Khurasan dan Dinasti Buyid dibagian barat Iran dan Persian memberi suasana yang mendukung bagi perkembangan keilmuan dan budaya. Di jaman Dinasti Samaniyah, Bukhara dan Baghdad menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahun dunia Islam.
            Ilmu ilmu lain seperti studi tentang AlQuran dan Hadist berkembang dengan perkembangan dengan suasana perkembangan ilmiah. Ilmu lainya seperti ilmu filsafat, Ilmu Fikih, Ilmu Kalam sangat berkembang dengan pesat. Pada masa itu Al-Razi dan Al-Farabi menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengobatan dan filsafat. Pada masa itu Ibnu Sina memiliki akses untuk belajar di perpustakaan besar di wilayah Balkh, Khwarezmia, Gorgan, Kota Ray, Kota Isfahan dan Hamedan. Selain fasilitas perpustakaan besar yang memiliki banyak koleksi buku, pada masa itu hidup pula beberapa ilmuwan muslim seperti Abu Raihan Al-Biruni seorang astronom terkenal, Aruzi Samarqandi, Abu Nashr Mansur seorang matematikawan terkenal, Abu al-Khayr Khammar seorang fisikawan dan ilmuwan terkenal lainya.

C.    Karya Ibnu Sina

  • Qanun fi Thib (Canon of Medicine)(Terjemahan bebas:Aturan Pengobatan)
  • Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
  • An Najat

DAFTAR PUSTAKA
1.      Hermawan (1997). Al-Ghazali. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. vii. ISBN 979-902-308-4
2.      Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, hlm. 8.
3.      Ali Abdul Wahid Wafi, Ibn Khaldun, Riwayat dan Karyanya, hlm. 1-2
5.      Seyyed Hossein Nasr & Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, terj. Tim Penerjemah Mizan, Buku Pertama (Bandung: Mizan, 2003),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar