Selasa, 24 Juli 2012

METODE ILMIAH ILMUWAN MUSLIM PADA ABAD PERTENGAHAN


Tugas SPI Sains Islam
M. Khoirun Nizar
252100016
METODE ILMIAH ILMUWAN MUSLIM
PADA ABAD PERTENGAHAN
Islam sejak zaman dahulu telah memiliki budaya talabul ilmi / pencarian ilmu yang sangat kuat.Semua sumber-sumber agama Islam mendukung bahkan mendorong umat Islam untuk melakukan aktifitas ilmiah dimana saja berada. Bahkan pencarian ilmu merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh umat Islam hingga ajal menjemputnya. Tak heran jika kemudian lahir banyak ilmuwan Muslim pada abad pertengahan seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Haitsam, Az Zahrawi, Al Biruni dan masih banyak lagi. Mereka dicatat oleh sejarah sebagai tokoh-tokoh peletak dasar keilmuan modern.
Jika dianalisis lebih mendalam, budaya yang telah mengakar dalam Islam tersebut ternyata telah diajarkan secara lengkap dalam alqur’an. Al-Qur’an senantiasa mengajarkan kepada umat Islam untuk mendasarkan sumber pengetahuan pada tiga sumber, yaitu pengalaman batin, alam, dan sejarah. Hal ini tidak lain karena budaya Islam yang berfokus pada pengalaman konkret (kenyataan) dan menuntut adanya observasi secara langsung terhadap alam guna memahami hakikat alam dan terutama demi memahami sifat ketuhanan.  Hal ini juga tidak lepas dari perintah yang ada dalam kitab Al-Qur’an agar memerhatikan pergantian siang-malam, peredaran bulan dan matahari serta peredaran planet karena Tuhan menampakkan tanda-tandanya melalui alam. Walaupun harus diakui bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim banyak yang memperoleh wawasan ilmu dari alam pikir Yunani, akan tetapi ilmuwan-ilmuwan muslim menyadari bahwa apabila terus menyandarkan diri pada alam pikiran Yunani yang tida mendasarkan pemikirannya pada kenyataan maka akan terjadi kegagalan yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Metode observasi dan eksperiman lahir dalam kebudayaan Islam bukan karena suatu kompromi dengan pemikiran Yunani, tetapi karena ada pergulatan yang lama sekali dengan pemikiran itu. Pengaruh Yunani yang pada umumnya menyukai teori, bukan kenyataan, malah lebih mengaburkan pandangan orang Islam terhadap Al-Qur’an. Maka dengan semangat Al-Qur’an sebagai pedoman, ilmuwan-ilmuwan muslim melakukan revolusi terhadap alam pikiran Yunani, sebuah revolusi ilmiah. Menurut kebudayaan Islam bahwa ilmu harus dinilai dengan yang konkret, hanya kekuatan intelektual yang menguasai yang konkret-lah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia untuk dapat melampaui yang konkret, seperti dalam Al-Qur’an.
Terbukti Ilmuwan seperti Ibnu Sina, Al Haitsam dan Ar Razi senantiasa menggunakan metode penelitian empiris dalam aktifitas ilmiah mereka seperti yang dilakukan oleh Ilmuwan Muslim lain. Mereka menggali ayat-ayat Allah, kemudian mencurahkan usaha mereka melalui akal dan fikiran mereka, serta mengadakan observasi hingga kemudian mereka mampu melahirkan disiplin ilmu baru yang kemudian menjadikan mereka saintis Islam yang penemuannya diakui seluruh Dunia dan dimanfaatkan oleh seluruh umat manusia.
Wallahu a’lam...

1 komentar: