Selasa, 24 Juli 2012

METODOLOGI ULAMA’ KLASIK, BERSUMBER PADA WAHYU, BERSTANDART INTERNASIONAL


METODOLOGI ULAMA’ KLASIK,
BERSUMBER PADA WAHYU, BERSTANDART INTERNASIONAL
Oleh : Afifatul Mutammimah
252100002
Islam, muncul sebagai peradaban baru di dunia ini dimulai ketika Nabi membawa dan menyebarkan agama ini di jazirah Arab. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW , Khulafaur Rasyidin tampil dengan hebatnya sehingga kejayaan Islam mampu menyebar sampai pada jazirah Afrika dan Asia. Kejayaan itu dilanjutkan oleh para Khalifah Bani Umayyah yang mampu memperluas wilayah Islam hingga ke benua Eropa dan Asia Tengah. Bersamaan dengan itu pula, semakin luasnya wilayah Islam, semakin sejahtera pula masyarakat di bawah naungan pemerintahan Islam. Bahkan mereka yang beragama non Islam pun merindukan pemerintahan Islam agar menguasai daerahnya supaya mereka terbebas dari penderitaan penjajahan dan tuntutan pajak yang tinggi. Pada Intinya, Islam mencapai masa kejayaan pada masa tersebut dan terus menerus maju dalam segala bidang hingga berakhir pada masa kejayaan yang dicapai oleh Imperium Turki Usmani.
Tak kalah menarik, Sejarah juga mencatatkan banyak nama-nama Ilmuwan Muslim yang berhasil menemukan penemuan-penemuan penting yang bahkan hingga kini masih bisa dinikmati oleh umat Manusia dimanapun berada. Lembaran sejarah dunia mencatatkan Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran, Al Khawarizmi sebagai peletak dasar Algaritma, dan masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Ibnu Rusyd, Al Kindi, al Biruni, Al Bitruji, Ibnu Bajjah, Ibnu Hayyan dan lain sebagainya. Mereka dikenal sebagai peletak dasar Ilmu-ilmu modern yang ditemukan oleh orang-orang barat.
Jika kita analisis, Metode yang digunakan para Ilmuwan Islam klasik ialah dengan cara menggali atas ayat-ayat Allah baik yang tertulis dalam Alquran maupun yang tersaji di alam semesta dengan menggunakan akal fikiran yang sehat serta usaha yang keras. Kedua ayat tersebut merupakan ciptaan Allah yang harus digali berdasarkan perumusan landasan-landasan teori yang bisa dikembangkan oleh manusia dengan menggunakan akalnya. Oleh karenanya, dalam Islam, ilmu pengetahuan berkembang begitu luas dan komprehensif. Demikian. Mereka telah mencapai kemajuan ilmiah yang fantastik pada abad pertengahan. Para sarjana muslim itu memang telah memiliki tradisi ilmiah yang khas dan tak sama dengan Barat.
 Beberapa contoh spektakuler dari prestasi ilmuwan-ilmuwan muslim seperti Muhammad bin Jarir al-Thabari, yang menulis sebanyak 40 halaman setiap hari selama 40 tahun. Ini berarti, jika dirata-ratakan satu bulannya 30 hari, beliau, selama 40 tahun, telah menulis sekitar 576.000 halaman. Berapa jilid buku yang telah dihasilkannya? Tak heran, jika ia sangat terkenal dan memberikan kontribusi yang signifikan pada bidang yang ditekuninya. Selain itu, beberapa tokoh ilmuwan yang terkenal menggunakan metode empiris eksperimental yang kini banyak ditiru oleh orang-orang Barat. Ilmuwan tersebut ialah Ibnu Sina dan Ar razi dan Al Haitsam.
Budaya Islam melalui semangat Al-Qur’an mendasarkan sumber pengetahuan pada tiga sumber, yaitu pengalaman batin, alam, dan sejarah. Hal ini tidak lain karena budaya Islam yang berfokus pada pengalaman konkret (kenyataan) dan menuntut adanya observasi secara langsung terhadap alam guna memahami hakikat alam dan terutama demi memahami sifat ketuhanan.  Hal ini juga tidak lepas dari perintah yang ada dalam kitab Al-Qur’an agar memerhatikan pergantian siang-malam, peredaran bulan dan matahari serta peredaran planet karena Tuhan menampakkan tanda-tandanya melalui alam. Walaupun harus diakui bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim banyak yang memperoleh wawasan ilmu dari alam pikir Yunani, akan tetapi ilmuwan-ilmuwan muslim menyadari bahwa apabila terus menyandarkan diri pada alam pikiran Yunani yang tida mendasarkan pemikirannya pada kenyataan maka akan terjadi kegagalan yang besar terhadap ilmu pengetahuan. Metode observasi dan eksperiman lahir dalam kebudayaan Islam bukan karena suatu kompromi dengan pemikiran Yunani, tetapi karena ada pergulatan yang lama sekali dengan pemikiran itu. Pengaruh Yunani yang pada umumnya menyukai teori, bukan kenyataan, malah lebih mengaburkan pandangan orang Islam terhadap Al-Qur’an. Maka dengan semangat Al-Qur’an sebagai pedoman, ilmuwan-ilmuwan muslim melakukan revolusi terhadap alam pikiran Yunani, sebuah revolusi ilmiah. Menurut kebudayaan Islam bahwa ilmu harus dinilai dengan yang konkret, hanya kekuatan intelektual yang menguasai yang konkret-lah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia untuk dapat melampaui yang konkret, seperti dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa aktifitas keilmuwan yang dilakukan oleh para saintis Muslim klasik memiliki ciri khas luar biasa antara lain bersumberkan wahyu yang merupakan sumber kebenaran mutlak serta menggunakan metodologi ilmiah berbasis pengalaman empiris.
Demikian wallahu a’lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar