Selasa, 24 Juli 2012

IBNU AL HAITHAM Pakar Fisika Optik yang Jenius


IBNU AL HAITHAM
Pakar Fisika Optik yang Jenius
AHMAD ZAKIYUN NUFUS
(252100003)


            Sejarah mencatat salahsatu peletak dasar ilmu fisika optik adalah sarjana Islam Ibnu-al-Haitham atau yang dikenal dibarat dengan sebutan Alhazen, Avennathan atau Avenetan. Ilmuwan besar yang punya nama lengkap Abu Ali al-Hasan Ibnu al Haitham al-Basri al-Misri ini lahir di Basrah, Irak pada 965 M. Mengecap pendidikan di Basrah dan Baghdad, penguasaan matematikanya oleh Maz Mayerhof, seorang sejarawan dianggap mengungguli Eucildes dan Ptolemeous.
            Setelah selesai di kedua kota itu, Ibnu Haitham meneruskan pendidikannya di Mesir dan bekerja dibawah pemerintahan Khalifah al-Hakim (996-1020 M) dari Daulah Fatimiyah. Ia pun mengunjungi Spanyol untuk melengkapi beberapa karya ilmiahnya. Seperti sarjana Islam lainnya, Ibnu Haitham atau Alhazen tidak hanya mengiasai fisika, ilmu optik, namun juga filsafat, matematika, dan obat-obatan atau farmakologi. Tidak kurang dari 200 karya ilmiah mengenai berbagai bidang itu dihasilkan Ibnu Haitham sepanjang hidupnya.
            Karya utamanya tentang optik, yang mana naskah aslinya dalam bahasa Arab telah hilang, namun terjemahannya dalam bahasa latin masih ditemukan. Ibnu Haitham mengoraksi konsep Ptomeus dan Euclides tentang penglihatan. Menurut kedua ilmuwan Yunani itu dijelaskan bahwa mata mengirimkanberkas-berkas cahaya visual ke objek penghilatan sehingga sebuah benda dapat terlihat. Sebaliknya, menurut Ibnu Haitham, retinalah pusat penglihatan dan benda bisa terlihat karena memantulkan cahaya pada retina dibawa ke otak melalui saraf-saraf optik.
            Kepandaian matematis dari Ibnu Haitham terbukti ketika ia dengan sangat akurat menghitung ketinggian atmosfer bunmi yaitu 58,5 mil. Dalam karyanya Mizanul Hikmah, Ibnu Haitham banyak mengurai tentang masalah atmosfer ini, terutama berkaitan hubungan ketinggian atmosfer dengan meningkatnya kepadatan udara. Secara eksperimental, ia berhasil menguji berat benda meningkat dalam proporsinya pada kepadatan atmosfer yang bertambah.
            Ia juga membicarakan masalah yang berhubungan dengan pusat daya tarik bumi. Jauh sebelum Newton membahas masalah gravitasi, Ibnu Haitham telah membahasnya dan menjadikan pengetahuan tentang gravitasi itu untuk penyelidikan tentang keseimbangan dan alat-alat timbangan. Dalam kaitan itu pula, beliau mengurai dengan jelas hubungan antara daya tarik bumi dengan pusat suspensi. Penjelasannya mengenai hubungan antara kecepatan, ruang dan saat jatuhnya benda-benda diyakini menjadi ilham bagi Newton untuk mengembangkan teori gravitasi.
            Selain masalah cahaya dan atmosfer, Ibnu Haitham juga banyak melakukan eksperimen mengenai camera obscura atau metode kamar gelap, gerak rektilinear cahaya, sifat bayangan, penggunaan lensa, dan beberapa fenomena optikal lainnya. Metode kamar gelap atau camera obscura dilakukan beliau saat gerhana bulan terjadi. Ketika itu beliau mengintip citra matahari yang setengah bulat pada sebuah dinding yang berhadapan dengan sebuah lubang kecil yang dibuat pada tirai penutup jendela.
            Untuk semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan cermin cekung melalui mesin bubut yang dimilikinya. Eksperimennya yang tergolong berhasil saat beliau menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran terbaik. Saat itu, beliau berhasil mengawinkan cermin-cermin bulat dan parabola. Semua sinar yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga menjadi titik bakar.
            Buku beliau tentang optik, Kitab al-Manazir diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh F. Risner dan diterbitkan di Basle pada 1572 M. Karyanya ini bersama karya-karya optik lainnya sangat mempengaruhi ilmuwan abad pertengahan seperti Roger Bacon, Johannes Keppler, dan Pol Witello. Diyakini, banyak karya-karya monumental dari mereka diilhami dari hasil eksperimen yang dilakukan Alhazer atau Ibnu Haitham.
            Menurut Philip K. Hitti, tulisan-tulisannya mengenai berbagai persoalan optik membuka jalan bagi para peneliti optik Barat di kemudian hari mengembangkan disiplin ilmu ini secara lebih luas. Semua kerya-karya itu diterjemahkan kedalam bahasa Eropa, termasuk Rusia dan Ibrani. Sejarawan terkemuka Amerika, George Sarton mengumpulkan karya-karya Ibnu Haitham dalam bukunya Introduction to Study of Science yang menajdi bacaan wajib bagi mereka yang mencintai ilmu. (R. A. Gunadi, 2002)
            Penemuan Ibnu Haitham di bidang teknologi khususnya dalam bidang optik ini mengingatkan masyarakat muslim sekarang bahwa orang muslim sejatinya adalah orang-orang yang sangan pintar. Tapi kenapa pada saat ini orang muslim seakan tertinggal dari orang non muslim, padahal yang menemukan alat-alat atau teori-teori yang sekarang dipakai pedoman bagi orang-orang non muslim sendi dulunya adalah teori orang-orang muslim, sperti Ibnu Haitham yang sedang dibahas sekarang ini.
            Karena penemuan ini, nama Ibnu Haitham diletakkan di Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Unissula). Salah satu alasannya karena Ibnu Haitham adalah orang muslim yang sangat memberi kontribusi terhadapa dunia teknologi. Terlebih karena Unissula sendiri sedang merintis untuk menjadi kampus peradaban dan The First Islamic Cyber University, sehingga setiap gedung yang berada di Unissula diberikan nama cendekiawan muslim pada masa dahulu yang tentunya memberikan kontribusi bagi kemajuan ummat.











DAFTAR PUSTAKA

 

R. A. Gunadi, M. S. (2002). Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol. Jakarta: Republika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar