Senin, 16 Juli 2012

Keunggulan Ilmuwan Yang Mendapat Ilmu Atas Dasar Taqwa


Banyak kitab-kitab dulu menceritakan bagaimana pengalaman orang-orang salafussoleh mendapat ilmu atas dasar hikmah atau taqwa. Atau kitab-kitab karangan ulama muktabar menunjukkan mereka mendapat ilmu laduni. Diantara ulama yang memperolehi ilmu laduni atau ilmu ilham ini disamping ilmu melalui usaha ikhtiar adalah seperti Imam-Imam Mazhab yang empat, ulama- ulama Hadith - Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Al Ghazali, Imam Nawawi, Imam Sayuti, Syeikh Abdul Kadir Jailani, Junaid Al Baghdadi, Hassan Al Basri, Yazid Bustami, Ibnu Arabi dan lain-lain lagi. Dalam bidang sains dan teknologi, sejarah mencatat nama-nama Mimar Sinan, Ar Radzi, Sultan Muhammad Al Fateh, Ulugh Beg dan lain-lain yang karena ketaqwaan mereka, Allah telah anugerahkan berbagai ilmu yang canggih kepada mereka.

1. Imam Al Ghazali – Mujaddid yang Juga Saintis

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali. Beliau dilahirkan pada tahun 1058 di Tus, Khurasan yang merupakan sebuah propinsi dari Persia (Iran sekarang) dan meninggal pada tahun 1111 dalam usia 53 tahun. Imam Ghazali dikenal sebagai salah seorang ulama Islam terbesar di sepanjang zaman. Beliau pernah menjadi pengajar di Maahad Nizamiyyah di Baghdad (1091-1096) yang merupakan sebuah institusi pendidikan yang tertinggi dan paling berprestij di zaman keemasan peradaban Islam. Ribuan ulama dari seluruh dunia Islam belajar dan menjadi muridnya di waktu itu. Kedudukan dia begitu mulia, kaya dan dihormati lebih dari seorang pangeran dan pejabat tinggi pemerintahan. Tapi pada satu hari dia tinggalkan semua kemuliaan dan kehormatan itu untuk menjalani kehidupan sebagai orang Allah dan bersuluk di Kubah Masjid Umawi.

Beliau bukan sekadar pakar ilmu tauhid, fikih dan tasawuf. Walaupun umurnya pendek saja iaitu sekitar 53 tahun, tapi beliau banyak menulis kitab dalam berbagai bidang ilmu : ushuludin, tasawuf, usul fiqih, sains, kedokteran, filsafat dan lain-lain. Dalam Maqasid al-Falasifah, Al-Ghazali membagi sains ke dalam 4 kategori utama : mathematical (al-riyadiyyat), logical (al-mantiqiyyat), natural (al-tabi`iyyat) dan metaphysical (al-ilahiyyat). Sedangkan sains politics, economi dan ethics menjadi bagian dari sains metaphysics. Beliau juga mempunyai pandangan dan tulisan tentang mathematics, geometry dan arithmetic.
Beliau mula mengarang selepas habis saja bersuluk di Kubah Masjid Umawi di Syam atau di Syria sekarang ini. Umurnya waktu itu sekitar 40 tahun. Artinya dalam hidupnya dia mengarang sekitar 13 tahun. Tetapi dalam waktu yang pendek ini ia sempat mengarang sekitar 300 buah kitab yang tebal-tebal, yang menguraikan bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan. Termasuklah kitab yang paling masyhur ialah Ihya Ulumiddin, kitab tasauf - ada dua jilid tebal- tebal dan Al Mustosyfa, - ilmu usul fiqh yang agak susah difahami.

Cuba anda fikirkan, bolehkah taraf kita ini menulis macam mereka itu. Kalau seseorang itu bagaimana genius sekalipun otaknya, tidak mungkin dalam masa 13 tahun dapat menghasilkan 300 buah kitab-kitab tebal. Selain itu isinya belum pernah ditulis dan diuraikan oleh ulama atau ilmuwan sebelum dia. Artinya setiap 2 minggu dia menghasilkan 1 kitab. Kalau bukan karena dibantu dengan ilmu laduni, yakni ilmu tanpa berfikir terus saja Allah jatuhkan ke hati dan terus ditulis, tidak mungkin ia dapat menulis kitab begitu banyak yang memuat hal-hal yang baru yang belum pernah ditulis atau dikaji oleh ulama-ulama senbelum dia. Dalam pengalaman kita, kalau ilmu hasil berfikir dan mengkaji macam profesor-profesor dan PhD sekarang ini, dalam tiga-empat tahun baru dapat satu tesis. Katalah satu buku mengambil masa tiga-empat tahun. Artinya kalau 13 tahun baru dapat empat buku. Sangat berbeda dengan Imam Ghazali yang mencapai 300 buah kitab yang tebal-tebal.

Diantara kitab-kitab yang ditulis Imam Ghazali adalah :

Teologi
  • al-Munqidh min al-dalal
  • al-1qtisad fi'I-i`tiqad
  • al-Risala al-Qudsiyya
  • Kitab al-arba?in fi usul al-din
  • Mizan al-?amal
Sufisme
  • Ihya `ulum al-din, "Menghidupkan ilmu-ilmu agama", salah satu karya terpenting
  • Kimiya`-yi sa`adat, "Kimia kebahagiaan"
  • Mishkat al-anwar, "The Niche of Lights"
Filsafat
  • Maqasid al falasifa
  • Tahafut al falasifa, "The Incoherence of the Philosophers", di mana buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filsuf masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-tahafut (The Incoherence of the Incoherence)
Fiqih
  • al-Mustasfa min `ilm al-usul
Logika
  • Mi`yar al-`ilm (The Standard Measure of Knowledge)
  • al-Qistas al-mustaqim (The Just Balance)
  • Mihakk al-nazar f'l-mantiq (The Touchstone of Proof in Logic)

2. Imam Sayuti, Mujaddid dan Penulis yang Produktif

Namanya adalah Abd Al-Rahmaan Ibn Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Saabiq Al-Khudairee Al-Suyuti dan gelarannya adalah Imam Suyuti. As Suyoot adalah satu tempat di Mesir di mana ayahnya dilahirkan dan salah seorang datuknya membuka sekolah atau madrasah di sana. Imam Suyuti lahir pada tahun 849H bersamaan dengan 1445 M di Cairo Mesir dan meninggal pada 911H pada umur 52 tahun. Beliau dibesarkan sebagai anak yatim, karena ayahnya meninggal ketika umurnya 5 tahun. Dia sudah menghapal Al Qur’an pada umur 8 tahun. Dia belajar ilmu lebih dari 150 orang syeikh yang memberi dia ijazah atau autorisasi untuk mensyarahkan dan mengajar ilmu-ilmu guru-gurunya.

Umurnya juga pendek hanya 52 tahun. Kitab pertama yang ditulisnya adalah  Sharh Al-Isti’aadha wal-Basamallah yang ditulisnya sewaktu berumur 17 tahun. Tetapi keaktifan menulis selepas umur 40 tahun dan ia dapat menghasilkan 600 buah kitab. Dalam masa hanya 12 tahun, dia dapat menghasilkan sebegitu banyak kitab. Artinya dia dapat menyiapkan sebuah kitab setiap minggu. Padahal kitab-kitabnya itu pula tebal-tebal dan perbahasannya dalam bermacam-macam jenis ilmu. Diantara kitabnya yang terkenal Al Itqan fi Ulumil Quran, Al Hawi lil Fatawa (dua jilid), Al Jamius Soghir (mengandungi matan-matan Hadith), Al-Jaami'-ul-Kabeer, tafsir Jalalain, Al Iklil, Dur Al Manthur, Sharh Al Alfiyyah, Tarilkh Al Khulafa, Al-Khulafah Ar Rashidun dan lain-lain lagi.

Kalaulah beliau menulis atas dasar membaca atau otak semata-mata, tentulah tidak mungkin. Dalam masa 12 tahun dapat menulis hampir 600 kitab atau dalam masa hanya 1 minggu dapat tulis sebuah kitab. Inilah ilmu laduni yang Allah anugerahkan kepada hambanya yang bertaqwa. Tidak hairanlah hal ini boleh berlaku karena dalam kitab Al Tabaqatul Kubra karangan Imam Syakrani ada menceritakan yang ia dapat yakazah dengan Rasulullah SAW sebanyak 75 kali. Sempat bertanya tentang ilmu dengan Rasulullah SAW.

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Imam Suyuti bukan hanya pakar tauhid, fikih atau tasawuf, tapi ia juga pakar dalam berbagai bidang ilmu lainnya seperti astronomi, botani, zoologi, matematika dan sebagainya. Sayang kitab-kitab tulisan beliau tentang sains tidak sampai kepada kita di zaman ini, kecuali beberapa saja diantaranya sebuah kitab tebal tentang botani yang menceritakan tentang berbagai jenis tumbuhan obat dan khasiatnya dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Kitab itu sudah diterjemah ke dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan di London dengan judul As Suyuti’s Medicine of The Prophet. Tidak ada ulama atau saintis di zaman ini macam Imam Suyuti yang selain pakar dalam bidang ilmu-ilmu agama tapi pada saat yang bersamaan pakar dalam berbagai bidang sains dan teknologi. Begitulah kehebatan ulama sekaligus saintis Islam yang bertaqwa.

3. Imam Nawawi, Ulama Muda Yang Brilian

Beliau adalah diantara ulama besar termuda yang meninggal sewaktu berumur 30-an tahun. Beliau tidak sempat kahwin tetapi banyak mempusakakan kitab- kitab karangannya, sekitar 600 kitab. Diantara yang terkenal ialah Al Majmuk. Kalau ditimbang berat kitab itu lebih kurang lima kati, yakni kitab fekih yang sangat tebal. Selain itu termasuklah kitab Riadhius Solihin, Al Azkar dan lain-lain lagi.

Untuk mengarang kitab Majmuk saja kalau ikut kaedah biasa atas dasar kekuatan otak, tidak mungkin dapat disiapkan dalam masa dua atau tiga tahun, paling cepat 10 tahun. Takkan Imam Nawawi mengarang 10 tahun untuk kitab itu saja. Sedangkan dia ada kitab-kitab yang lain. Ini berarti dia mula mengarang semasa berumur 20 tahun. Kebiasaannya di umur ini orang sedang belajar lagi. Ini juga luar biasa! Biasanya orang jadi pengarang kitab ini di hujung- hujung umurnya, tapi Imam Nawawi pada umur 20 tahun. Di umur yang semuda ini beliau sudah Allah anugerahkan kemampuan luar biasa. Ini membuktikan ilmu selain dari hasil belajar, ada ilmu yang ALLAH pusakakan tanpa belajar, tanpa usaha ikhtiar dan tanpa berguru. Inilah dia ilmu laduni atau ilmu ilham itu yang Allah anugerahkan atas dasar hakiim dan taqwa.

Sesudah kita mengkaji kemampuan ulama-ulama dahulu, kita lihat pula ulama-ulama kita sekarang ini. Bandingkan. Mengikut pengalaman kita, untuk menyiapkan sebuah buku saja itupun di satu sudut ilmu saja atau di satu aspek daripada satu bidang ilmu saja, paling cepat mengambil masa tiga-empat tahun. Ada yang sampai delapan tahun. Kalau sebuah buku atau kitab mengambil masa tiga-empat tahun, artinya kalau 10 buah buku atau kitab akan mengambil masa 30-40 tahun. 40 tahun mengarang baru dapat 10-13 buah buku. Biasanya orang yang ambil PhD bermula di umur 25-30 tahun. Jadi seorang yang hendak menghasilkan sepuluh buku, ertinya umurnya di waktu itu ialah 65-70 tahun. Kalau lebih daripada itu tentulah memerlukan umur 80 tahun atau lebih. Ulama-ulama dulu mampu menulis kitab-kitab yang banyak dan tebal-tebal dalam berbagai bidang ilmu. Sedangkan mereka berumur pendek. Tentulah ini bantuan ALLAH yang luar biasa melalui ilmu laduni disamping ilmu kasbi (ilmu yang diterima atas usaha lahiriah dan akal).

Yang jelas sekarang ini sudah tidak ada lagi ulama yang mendapat ilmu laduni. Karena kita semua sudah bersalut dengan cinta dunia dan berkarat dengan mazmumah (sifat-sifat jahat dalam diri). Lihatlah zaman sekarang ini susah untuk kita dapati ulama yang mengarang buku atau kitab. Mereka tidak mampu mengarang karena kekeringan minda, sibuk dengan dunia, disamping perlu menggunakan otak, berfikir, membaca, banyak mentelaah dan mesti mengambil banyak reference yang tentunya memakan masa yang lama. Ini semua membosankan dan meletihkan. Banyak mengambil masa dan tidak cukup masa. Sedangkan ilmu ikut saluran taqwa, mereka tidak dapat pula. Maka inilah rahasia mengapa ulama sekarang tidak menulis atau kurang menulis.

4. Mimar Shinan, Teknolog yang Wali Allah

Contoh saintis dan teknolog yang dapat dijadikan teladan adalah Mimar Shinan dari Turki. Beliau adalah juga seorang wali. Beliau dilahirkan di Anatolia pada tanggal 15 April 1489 dan meningga dunia di Istambul pada 17 Juli 1588 dalam usia 99 tahun. Ia dilahirkan sebagai seorang kristian dari pada keturunan Yunani atau Armenia. Pada tahu 1511 beliau masuk Islam dan belajar di sekolah di istana Sultan di bawah bimbingan Ibrahim Pasa. Di situlah dia diberi nama Islam Sinan.

Beliau menjadi chief architect dalam pemerintahan 4 sultan Usmaniah yaitu Sultan Salim1, Sultan Sulaiman 1, Sultan Salim2 dan Sultan Murad 3. Beiau juga dikenal dan diakui sebagai insinyur pakar gempa pertama di dunia. Hasil karyanya yang paling terkenal adalah Kompleks masjid Sulaiman di Istambul, walaupun yang paling dia banggakan adalah masjid Salim di Edirne yang dibangunnya pada tahun 1550 dan selesai pada tahun 1557. Ketika membangun masjid itu datang seorang arsitek kristen yang berkata pada dia bahwa Mimar Sinan tidak dapat membangun bangunan yang kubahnya lebih besar dari Aya Sofia yang dibangun oleh arsitek Kristen. Ternyata dengan ketaqwaannya, Mimar Shinan diberi keupayaan oleh Allah untuk membangunkannya dan kubah masjid tersebut merupakan kubah yang terbesar di dunia pada saat itu, jauh meninggalkan Aya Sofia.

Hasil karya Mimar Sinan yang pertama adalah Masjid Sehzad yang dibangunnya pada tahun 1548 di Istambul. Selepas itu berbagai bangunan dibuatnya di sekitar Istambul seperti masjid Salim di Edirne, Masjid Rustam Pasha di Istambul, Masjid Mihrimah Sultan di Edirnekapi, Masjid Kadirga Sokullu di Istambul, Kompleks Masjid Sulaiman di Istambul yang terdiri dari masjid (berukuran 59 meter panjang, 58 meter lebar dan ketinggian kubah 53 meter), taman yang luas, dapur, 4 madrasah, 1 sekolah hadis, 1 rumah sakit, perpustakaan, 2 kompleks kuburan keluarga sultan dan hamam (pemandian umum). Dia juga membuat bangunan Taqiyya al Sulaimaniyya di Damascus yang sampai sekarang dipandang sebagai bangunan yang luar biasa dan masjid Banya Bashi di Sofia, Bulgaria yang saat ini merupakan satu-satunya masjid yang berfungsi di Sofia.

Diantara bangunan-bangunan yang dibuat oleh Mimar Sinan adalah :
  • 94 great mosques,
  • 57 universities,
  • 52 smaller mosques,
  • 41 bath-houses (hamam)
  • 35 palaces (saray),
  • 22 mausoleums (türbe),
  • 20 caravansary (kervansaray; han),
  • 17 public kitchens (imaret),
  • 8 bridges,
  • 8 store houses and
  • 7 schools (madrasah),
  • 6 aqueducts
  • 3 hospitals

Beliau sebenarnya bukanlah seorang saintis atau teknolog dalam arti mendapat pendidikan dalam bidang sains dan teknologi, tapi beliau sangat berminat dengan arsitektur. Berbagai bangunan dan masjid yang dibangunnya lebih dari 450 tahun yang lalu sangat menunjukkan betapa hebatnya Kuasa Tuhan yang dapat memberikan ilmu-ilmu yang luar biasa pada orang yang kuat hubungannya dengan Tuhan. Mimar Sinan telah membangun sekitar 350 bangunan dan masjid yang canggih-canggih dan indah.

Di saat gempa bumi hebat di Turki pada tahun 2000, puluhan ribu orang mati, ratusan bangunan modern runtuh, tapi bangunan-bangunan dan masjid-masjid karya Mimar Shinan masih tetap tegar berdiri. Orang-orang yang berada di dalamnya selamat. Selain itu orang yang berada di dalam bangunan-bangunan itu, ketika musim panas tidak merasa terlalu panas dan ketika musim dingin tidak merasa terlalu dingin. Sistem sirkulasi udaranya begitu optimal. Orang yang berbicara di mihrab atau podium, dapat didengar oleh semua yang berada dalam bangunan itu walaupun dia berkata dengan perlahan dan tidak menggunakan microfon.

Ternyata dalam pembangunan bangunan-bangunan dan masjid-masjid tersebut Tuhan ilhamkan kepada dia berbagai aplikasi teknologi seperti : teknologi anti gempa, civil engineering, aerothermodynamics, aerothermo-acoustic, chemical engineering dan lain-lain, dimana formula dan rumusan mathematic-nya sendiri baru dapat ditemukan oleh para saintis barat pada akhir abad 19 atau abad 20. Tetapi kita sedih bila melihat orang Islam memuja dan mengkagumi saintis barat padahal mereka hanya menemukan formula dan rumusan mathematicnya saja dan belum ada saintis barat yang dapat membuat bangunan dengan arsitektur seperti yang telah dibuat oleh Mimar Shinan.

5. Kisah Sultan Muhammad Al Fateh dan Para Insinyurnya yang dibantu Tuhan

Rasulullah SAW pernah bersabda yang maksudnya :

“Konstantinopel akan jatuh di tangan seorang pemimpin sebaik-baik pemimpin, rakyatnya sebaik-baik rakyat dan tentaranya sebaik-baik tentara”. (Hadist)

Konstantinopel adalah ibukota kerajaan Romawi Timur yang terletak di Turki. Sekarang disebut Istambul. Kekaisaran Romawi di zaman itu merupakan super power yang menguasai dunia bersama kekaisaran Persia. Konstantinopel di saat itu bagaikan New York atau Washington di zaman sekarang. Tapi Rasulullah menyebut bahwa Konstantinopel akan jatuh ke tangan umat Islam. Para sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan generasi sselepas itu sangat meyakini ucapan Rasulullah SAW itu. Maka mereka mencoba dan berusaha agar di tangan  mereka terwujud janji Rasulullah SAW. Tetapi kebanyakan mereka telah gagal dan banyak yang mati syahid di tepi benteng kota Konstantinopel itu. Kejatuhan Konstantinopel barulah terwujud 800 tahun kemudian di tangan Sultan Muhammad Al Fateh.

Sultan Muhammad Al Fateh lahir pada tanggal 29 Maret 1432 dan meninggal pada tanggal 3 Mei 1481. Detik kelahirannyapun sudah mengisyaratkan bahwa dia akan membuat sejarah besar. Kejayaannya sudah dapat dirasakan ketika berita kelahirannya disampaikan kepada ayahnya Sultan Murad tepat ketika beliau sedang membaca Al Qur’an surat Al Fath ayat yang pertama : “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”.

Sejak kecil beliau sudah dididik dan diajar agama oleh Syamsudin Al Wali, seorang syeikh tarekat Naqsyabandiah yang datang dari Uzbekistan. Ia telah memberitahu kepada ayah Sultan Muhammad Al Fateh yaitu Sultan Murad bahwa Muhammad Al Fateh-lah yang akan menaklukan Konstantinopel. Maka oleh ayahnya, Muhammad Al fateh diserahkan kepada Syamsudinn Al Wali yang bertaqwa itu untuk dididik. Walaupun tinggal di istana tetapi hidupnya sengaja disusah-susahkan. Dia dilatih hidup miskin dalam kekayaan. Untuk mendidiknya dalam ilmu peperangan, beberapa panglima yang berpengalaman didatangkan oleh ayahnya ke istana.

Hasil didikan ini telah menjadikan beliau seorang bertaqwa, takut dan cinta Allah yang mempunyai kepribadian yang unggul. Beliau menjadi sultan menggantikan ayahnya pada usia 19 tahun. Ia merupakan cendikiawan di zamannya dan sudah menjadi tradisinya mengumpulkan para ulama, saintis, cendikiawan dan teknolog untuk berdiskusi dan mengkaji berbagai permasalahan. Sifatnya tenang, berani, sabar menanggung penderitaan, tegas dalam membuat keputusan dan mempunyai kemampuan mengawal diri (self control) yang luar biasa. Kemampuannya dalam memimpin dan mengatur pemerintahan sangat menonjol. Jiwanya sangat tegas bila berhadapan dengan musuh dan lembut bila berhadapan dengan rakyatnya.

Beliau telah diberi kefahaman oleh gurunya Syamsudin Al Wali bahwa beliaulah yang akan merealisasikan hadist Rasulullah di atas, yaitu menaklukan Konstantinopel. Beliau sangat yakin dengan ilham yang diterima gurunya yang bertaqwa itu. Tetapi beliau tidak hanya tinggal diam dan berdoa saja menunggu takdir. Beliau didik pula tentaranya untuk menjadi sebaik-baik tentara yaitu tentera yang bertaqwa dan beliau didik rakyatnya untuk menjadi sebaik-baik rakyat. Dia amat menyadari bahwa hanya pemimpin dan tentara yang bertaqwa saja yang akan mendapat bantuan Allah SWT, sesuai dengan Firman Allah dalam Al Qur’an : “Allah menjadi pembela bagi orang bertaqwa”.

Dari segi persiapan lahiriah beliau bangunkan angkatan perang yang unggul. Melalui operasi intelijen yang cerdik, beliau bebaskan pakar meriam dari dalam penjara raja Romawi. Bersama para insinyurnya beliau bangunkan kapal-kapal perang dan meriam-meriam yang canggih untuk ukuran zaman tersebut. Bahkan dalam membangun benteng Rumeli Hasari di tepi selat Bosphorus, beliau turun tangan secara langsung dengan ikut mengangkat batu-batu dan pasir-pasir.

Setelah persiapan taqwa dan kekuatan lahiriah mantap, maka dimulailah peperangan. Setelah lebih 1 bulan berperang masih belum tampak tanda-tanda kemenangan. Muhammad Al Fateh merintih dan bertanya pada gurunya Syamsudin Al Wali : “wahai guruku, bilakah masanya lagi kota tersebut jatuh ke tangan tentara Islam?” Gurunya Syamsudin Al Wali menjawab : “Pada hari yang ke-53, hari selasa… jam 11.00 pagi.” Berita ini merupakan ilham atau firasat yang diterima oleh Syamsudin Al Wali yang bertaqwa dan Muhammad Al Fateh sangat yakin dengan ilham tersebut, karena setiap pejuang kebenaran pasti dibantu oleh Allah

Sambil menunggu waktu tersebut ia beserta tentara dan para insinyurnya tetap gigih berjuang di siang hari dan meningkatkan ibadah di malam harinya, untuk melahirkan sebab turunnya bantuan Allah. Di malam-malam hari Sultan Muhammad Al Fateh berkeliling kemah tentaranya untuk memastikan mereka mengusahakan taqwa dengan bangun malam dan beribadah seperti mengerjakan sholat tahajud. Yang tidak bangun malam untuk beribadah, keesokan harinya tidak akan diajaknya terus berjuang. Hanya orang bersungguh-sungguh mengejar taqwa yang akan mendapat bantuan Tuhan.

Di suatu malam di bulan Mei 1453, terjadilah suatu peristiwa luar biasa dan ‘tidak masuk akal’. Para insinyurnya yang telah bersungguh-sungguh mengusahakan taqwa, telah mendapat ilmu ilham dan inovasi teknologi luar biasa dari Allah sehingga tentara Sultan Muhammad Al Fateh telah membawa 70 kapal perangnya berjalan (bukan berlayar) melalui daratan berbukit sejauh lebih 10 mil (16 kilometer) di Semenanjung Pera dan tiba di Golden Horn. Dari sini mereka menyerang tentara Romawi dari arah dan pada saat yang tidak disangka-sangka. Sampai kini peristiwa itu dicatat dengan tinta emas dalam kamus sejarah :

“Satu pemandangan yang luar biasa. Kapal-kapal ‘berlayar’ di atas darat sejauh puluhan kilometer untuk tiba di posisi yang paling strategis setelah jalan laut dikepung dengan rantai-rantai besi oleh tentara Romawi”.

“Mustahil dan tidak masuk akal” kata pakar tentara zaman itu. Tapi ia benar-benar terjadi.

“Karamah dan bantuan ghaib” kata ulama-ulama Islam.

Akhirnya pada hari selasa tanggal 29 Mei 1453 pagi hari, Sultan Muhammad Al Fateh dan tentaranya yang mempunyai gabungan kekuatan lahir dan taqwa, berhasil menguasai Konstantinopel.

Sejarah mencatat bagaimana bagaimana Sultan Muhammad Al Fateh yang ketika itu berusia 21 tahun menunjukkan sikap lemah lembut dan toleransi yang sangat mengagumkan. Semua rakyat diberi kebebasan beragama. Orang-orang nasrani diberi kebebasan untuk menentukan ketua gereja (petrick) mereka sendiri. Petrick inilah yang bertugas menjaga kesejahteraan umatnya. Sultan Muhammad Al Fateh memberikan kedudukan petrick ini setaraf dengan menteri dalam kerajaan Bani Uthmaniah.

Dibalik keberhasilannya ini Sultan Muhammad Al Fateh sangat merendah diri. Begitu berhasil masuk Konstantinopel beliau langsung sujud syukur. Bagimanakah ketaqwaan Sultan Muhammad Al Fateh dan seluruh tentaranya? Cerita di bawah ini menggambarkan bagaimana kualitas diri mereka.

Ketika hendak shalat Jum’at pertama di Konstantinopel, timbul pertanyaan : Siapa yang layak menjadi imam? Sultan Muhammad Al Fateh meminta seluruh tentaranya bangun dan bertanya : “Siapa diantara kalian yang sejak balighnya sampai saat ini pernah meninggalkan shalat fardhu silakan duduk!”.  Tidak ada seorangpun yang duduk. Ini berarti tidak ada seorangpun diantara mereka yang sejak balighnya sampai saat itu pernah meninggalkan shalat fardhu.

Muhammad Al Fateh berkata lagi : “Siapa diantara kalian yang sejak balighnya sampai saat ini pernah meninggalkan shalat sunat Rawatib silakan duduk!”.  Sebagian tentaranya masih tetap berdiri dan sebagian duduk. Jadi diantara tentara Muhammad Al Fateh banyak yang sejak balighnya sampai saat ini tidak pernah meninggalkan shalat fardhu dan shalat Rawatib.

Muhammad Al Fateh berkata lagi : “Siapa diantara kalian yang sejak balighnya sampai saat ini pernah meninggalkan shalat sunat Tahajud di malam hari silakan duduk!”.  Pada saat itu seluruh tentaranya duduk, kecuali Sultan Muhammad Al Fateh sendiri. Jadi hanya Muhammad Al Fateh lah yang sejak balighnya sampai saat itu tidak pernah meninggalkan shalat fardhu, sunat Rawatib dan tahajud. Patutlah beliau dibantu oleh Allah SWT di atas kesungguhannya ini. Inilah hasil didikan syeikh tarekat Syamsudin Al wali. Dan dialah Sultan yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW untuk menaklukan Konstantinopel, ibukota kerajaan Romawi yang merupakan super power di masa itu.

6. Ulugh Beg, Astronom dan Pakar Matematika dari Samarkand

Ulugh Beg mungkin satu-satunya ilmuwan Islam yang pernah menjadi kepala negara di suatu daerah di Khurasan. Pada masa pemerintahannya, ia tidak hanya tertarik dan melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang astronomi dan metematika, tetapi juga mendorong perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Tidak hanya memberi perhatian secara formal, tetapi juga dengan menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana fisik.

Beliau dilahirkan di Soltamiya pada tahun 1394 dan meninggal pada tahun 1449 di samarkand, Uzbekistan. Ia adalah cucu Timur Leng yang disebut sebagai penakluk Asia.

Dia diamanahkan ayahnya untuk menjadi raja di daerah Samarkand, Uzbekistan. Sesuai dengan minatnya yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan, dia bangun kota tersebut menjadi sebuah pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan muslim. Sampai sekarang bangunan-bangunan dan monumen-monumen peninggalan Ulugh Beg dapat kita lihat di kota Samarkand. Di sanalah ia menulis lirik-lirik syair, buku-buku sejarah dan mengkaji Qur'an.  Meskipun demikian, astronomi dan matematika merupakan bidang utama yang sangat menarik perhatian­nya. Ia turun tangan secara langsung melakukan kajian dan pengamatan tentang bintang-bintang.

Pada tahun 1420 ia membangun sebuah observatorium di Samarkand untuk mengobservasi planet-planet dan bintang bin­tang. Observatorium itu sangat sederhana dan masih dapat kita lihat sampai sekarang ini. Di observatorium inilah Ulugh Beg dan timnya mewujudkan cinta mereka pada Tuhan dengan sungguh-sungguh bekerja dan beribadah, sehingga mereka mendapat bantuan Tuhan. Memang Tuhan berjanji akan membantu hamba-hambaNya yang bertaqwa. Dari hasil observasi itu mereka menyiap­kan tabel-tabel astronomi matahari, bulan dan planet­-planet lain yang telah diamati dengan tingkat kecer­matan tinggi, yang akurasinya tidak terlalu jauh berbeda dengan hasil pengamatan astronom modern yang menggunakan berbagai teleskop yang canggih.

Dari hasil pengamatan dan perhitungannya ia dan timnya juga mengoreksi perhitungan yang pernah diperbuat astronom-astronom Romawi seperti Ptole­meus. Hasil-hasil observasi mereka terhimpun antara lain dalam kitab "Zij-i- Djadid-i Sultani". Selain itu masih banyak kitab-kitab lain yang mereka tulis dalam bahasa Arab. Beberapa hasil karya mereka diterjemahkan oleh astronom-astronom Inggris dan Perancis beberapa ratus tahun kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa hasil observasi dan perhitungan mereka sangat canggih untuk ukuran zaman itu sehingga datanya masih sangat berguna ratusan tahun kemudian.

Bangunan observatorium Ulugh Beg di Samarkand berwujud sebagai peralatan raksasa yang dirancang sedemikian rupa urituk mengamati bintang-bintang di satu lokasi yang tetap di cakrawala. Interiornya berupa sebuah terowongan batu yang cukup lebar dan panjang di mana pangkalnya berada di bawah tanah dan berujung pada alam terbuka beratapkan langit. Di dalamnya dilengkapi dengan 2 jeruji batu yang ditempatkan pada posisi tepat sehingga niemberi hasil yang maksimal dalam menghitung ketinggian jarak bintang-bintang yang diamati secara cermat. 

Observatorium Ulugh Beg di Samarkand yang dibangun atas dasar ilmu ilham yang dianugerahkan Tuhan terbukti sangat canggih untuk ukuran zaman itu, sehingga peralatan seperti ini masih ditiru dan digunakan oleh astronom-astronom Eropa lebih 100 tahun kemudian, diantaranya observatorium Uraniborg (1576) dan observatorium Stierneborg (1584). Tidak hanya dari segi penampilan fisik dan arsitektur­nya yang mencontohi observatorium Ulugh Beg melainkan juga dari sisi kualitas dan kuantitas peralatan dan bahkan sampai manajemen operasinya.  Sampai abad ke 18 observatorium Ulugh Beg masih merupakan satu institusi yang dihormati oleh pakar astronomi dunia. Demikianlah ilmu dan teknologi yang canggih yang Allah anugerahkan kepada hamba-hambaNya yang bersungguh-sungguh mengusahakan taqwa.

Sumber : 
Buku : "Membangun Sains & Teknologi Menurut Islam", Dr. Ing. Abdurrahman R Effendi dan Dr. Ing. Gina Puspita, Kualalumpur, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar